Usai MPLS 2 Pekan di SD, Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan Perlu Terus Dikawal

Pemahaman terhadap transisi PAUD ke SD yang menyenangkan harapannya ditangkap secara utuh oleh para pendidik di PAUD dan SD kelas 1 dan 2.

Hal tersebut diungkap Iwan Syahril di rapat kerjanya bersama Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Timur pada Rabu (6/2/2024) karena masih ditemukan olehnya PAUD yang telah melaksanakan transisi tersebut namun di jenjang SD kelas awalnya malah memberlakukan wajib calisung ke siswa-siswanya.

Yang mengherankannya, kondisi itu ditemuinya di daerah yang justru jauh dari perkotaan atau terpencil.

“Saya kaget. itu udah daerah pegunungan, anak-anaknya bimbel. Anak PAUD ikut bimbel calistung. Jadi kepala sekolah PAUD bilang, Pak, kami senang sekali dengan transisi PUD ke SD yang menyenangkan. Tapi kami ditinggalin sama orang tua, Pak. Mereka milih TK yang melakukan drilling untuk calistung,” tutur Iwan prihatin mendengar cerita tersebut.

Ternyata bimbel (bimbingan belajar) calistung tadi difasilitasi oleh guru-guru SD. “Jadi ini mungkin lingkarannya. Guru-guru SD nggak mau kalau menerima anak yang nggak bisa calistung, mesti nyusahin,” pungkasnya

Dirjen PAUD Dikdasmen (PDM) Kemendikbusristek itu juga menekankan, calistung di PAUD tidak ada masalah. Begitu juga calistung di SD kelas 1 dan 2, disampaikannya juga diperbolehkan. Hanya saja ia menekankan, gunakan cara yang menyenangkan.

“Kalau belum bisa, gimana? Tidak apa-apa. Kelas 1 SD belum bisa calistung? Tidak apa-apa. Kelas 2 SD belum bisa calistung? Tidak apa-apa. Ternyata masalah yang terjadi di daerah itu, bukan di PAUD. Lalu di mana? Di SDnya,” katanya.

Untuk menekan hal tersebut, maka di tahun 2024, gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan dari Bunda PAUD diharapkan juga dimaksimalkan ke jenjang SD kelas awal. Sehingga intervensinya seimbang antara jenjang PAUD dan SD kelas awal.

Diungkapkan Iwan, intervensi stop calistung di jenjang PAUD, tes masuk ke SD sampai ke masa MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) selama 2 minggu sebenarnya telah dilakukan dengan baik. Namun yang perlu diintervensi justru setelah MPLS selama 2 minggu tersebut.

Hal itu dimaksudkannya agar saat masuk masa pembelajaran, saat meminta siswa-siswanya mengerjakan LKS (Lembar Kerja Siswa), para guru tidak mewajibkan para siswanya di kelas 1 dan 2 wajib bisa calistung. Iwan meminta agar para pendidik (guru) di SD kelas awal (1 dan 2) telaten membangun kemampuan calistung para siswanya dengan cara-cara atau strategi yang menyenangkan.

Terkait strategi pengajaran literasi numerasi yang lebih substansial (fokus) bagi siswa SD kelas 1 dan 2 yang belum bisa calistung, Iwan menuturkan telah menjalin komunikasi dengan Dirjen GTK Kemendikbudristek untuk mencari cara yang dapat digunakan oleh para guru.

“Jadi misalnya kalau ngajar tentang sains atau IPS atau ilmu sosial. Anak-anaknya nggak bisa calistung, gimana caranya? Nah itu ada strateginya. Ada cara pendekatan pedagoginya. Kalau guru-gurunya nggak tahu, ya pasti bingung. Jadi itu ada strateginya,” ujarnya.

“Sehingga intervensi yang kita butuhkan itu adalah bagaimana guru-guru kelas 1 dan 2 itu punya jurus-jurus, punya cara-cara untuk pembelajaran ketika siswa-siswanya nggak bisa calistung,” imbunya. (Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image dan Dokumentasi Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)

Bagikan Tulisan