Siswa di kelas ramai dan tak bisa tenang saat pelajaran berlangsung? Mungkin Kita sebagai guru bisa mempraktikkan Silent Walk. Program ini melatih mereka bersikap tenang dan lebih fokus mendengarkan lingkungan sekitarnya.
Charles Ames Fischer menerapkan Silent Walk atau Listening Walk ini untuk melatih siswanya lebih tenang dan tidak ramai di kelas.
Program ini dipilih berdasarkan pengalamannya mengajar siswa sekolah menengah di Amerika Serikat selama puluhan tahun.
Kegiatan ini semestinya tidak diartikan berjalan kaki seperti biasanya, namun di sini siswa tak bersuara sembari melangkah pelan.
Silent Walk bisa juga dilakukan di dalam ruangan, tetapi lebih baik jika dilakukan di alam terbuka, dekat dengan taman atau hutan.
Bersikap tenang dan tak banyak bersuara adalah elemen utama dalam kegiatan ini. Siswa harus memahami konsep ini sejak awal, sebelum kegiatan jalan kaki dilaksanakan.
Silent Walk membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif. Maka, Charles memberikan kebebasan memilih kepada mereka untuk turut bergabung atau tidak.
Dengan demikian, keikutsertaan siswa dalam Silent Walk sepenuhnya karena pilihan mereka sendiri.
Satu hal yang tetap harus ditegaskan di awal kegiatan: jika memang ingin berpartisipasi, maka mereka harus tak banyak bersuara sepanjang rute jalan kaki.
Toh, tak bisa dipungkiri, ketika di tengah perjalanan, ada saja siswa yang ramai.
Untuk itu, guru perlu mengingatkan kembali bahwa mereka mengikuti Silent Walk karena keinginannya sendiri. Artinya sudah setuju untuk berjalan kaki tanpa bersuara.
Sampaikan materi kurikulum
Supaya tujuan kurikulum sekolah tercapai, siswa kelas tinggi bisa ditugasi mencari informasi terkait soundwalk. Tema ini digunakan untuk memancing diskusi yang aktif di akhir bagian Silent Walk.
Soundwalk adalah metode terbuka yang digunakan untuk mendapatkan persepsi manusia terhadap bebunyian yang ada di lingkungan hidupnya (soundscape).
Studi soundscape ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran manusia akan ekosistem fauna dan flora. Di sini, siswa dilatih mendengarkan bebunyian yang muncul di sepanjang jalur jalan kaki mereka. Untuk itulah, Silent Walk bisa juga disebut Listening Walk.
Beberapa pertanyaan yang dapat didiskusikan para siswa antara lain: Pernahkah kalian mengikuti Silent Walk? Seperti apa kegiatan itu? Kapan kalian diam tak bersuara untuk waktu yang cukup lama? Bagaimana perasaan kalian saat itu?
Setelah itu, tugasi siswa menuliskan pengalamannya ketika mengikuti Silent Walk.
Siswa dapat menuliskan berbagai cerita dari pengalamannya itu. Usai menulis, mereka dapat membandingkan pengalamannya dengan siswa lainnya.
Dalam tulisannya itu, guru dapat memberikan usulan kepada siswa untuk menggunakan onomatopoeia atau kata-kata yang mengekspresikan bunyi. Misalnya kata ‘krak’ atau ‘srak’ untuk menggambarkan suara daun yang robek atau tangkai yang patah.
Tugas lainnya, setiap siswa diminta mengambil batu atau tongkat kecil saat berjalan kaki. Sampaikan untuk memegangnya sepanjang hari atau bahkan selama beberapa hari.
Selama mereka memilikinya, mereka seharusnya sudah “mengenal” tongkat atau batu mereka melalui indera peraba. Seperti apa sebenarnya bentuk tongkat atau batu itu? Di bagian mana ada sudut dan gundukan halus? Apa teksturnya dan di mana perubahannya?
Setelah siswa merasa siap, mintalah mereka meletakkan semua batu atau tongkat mereka ke dalam tumpukan di depan kelas. Lalu, mintalah setiap siswa mencoba menemukan tongkat atau batunya di tumpukan tadi dengan memakai penutup mata.
Ini jauh lebih sulit daripada kedengarannya! Siswa harus benar-benar mengenal bentuk tongkat dan batunya.
Yuk, praktikkan Silent Walk!
Berikut langkah-langkah dasar Silent Walk seperti yang dipaparkan dalam buku Earthwalks for Body and Spirit: Exercises to Restore Our Sacred Bond with The Earth karya James Endredy.
(Sumber catatan: ImaginED (ImaginED Walking Curriculum)/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image)