Melalui Seni, Gerakan dan Emosi, Peneliti Finlandia Menjajaki Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Bahasa

Senin, 26/05/2025 WIB   548
17-kunnes-avartuu_tanssin-aika-2024_192500-1050x750
Pertunjukan Kunnes avartuu (secara kasar berarti "Hingga berkembang") merupakan dialog antara koreografi karya Veli Lehtovaara dan puisi yang ditulis serta dibacakan oleh Milka Luhtaniemi (di latar depan). Foto oleh Jani Salonen.

Belajar bahasa baru seringkali dianggap menakutkan dan identik dengan rutinitas menghafal kata-kata dan mengulang frase dari buku teks. Namun, bagaimana jika proses belajarnya dibuat lebih interaktif, kreatif, menyenangkan, dan melibatkan emosi?

Pembelajaran bahasa tradisional sering kali menekankan latihan tertulis, mengabaikan peran gerakan dan emosi. Namun, penelitian menunjukkan bahwa pengalaman yang melibatkan tubuh membantu memperkuat kata-kata dan struktur baru dalam otak.

Itulah ide di balik Pembelajaran Bahasa yang Melibatkan Tubuh melalui Seni (ELLA), sebuah proyek yang didanai oleh Yayasan Kone tentang bagaimana aktivitas seni dapat meningkatkan kemampuan menguasai bahasa selain bahasa ibu atau bahasa pertama.

“Kita membutuhkan ELLA karena pedagogi bahasa harus berubah,” kata Eeva Anttila, profesor pedagogi tari di Akademi Teater Universitas Seni Helsinki, yang memimpin proyek ELLA. “Pembelajaran harus menyenangkan, memotivasi, dan mendukung secara emosional.”

Apa hubungannya dengan seni?

Gerakan dan emosi sangat terkait dengan kognisi, dan berbagai aktivitas dapat berkontribusi pada pembelajaran bahasa. Foto oleh Eeva Anttila

Gerakan tubuh dan emosi memiliki hubungan yang erat dengan proses kognitif, seperti berpikir, memahami, dan mengingat.

“Ketika pembelajar secara fisik terlibat dengan bahasa, mereka dapat menginternalisasikan bahasa tersebut lebih mendalam,” kata Anttila.

ELLA menerapkan pendekatan yang menyeluruh (holistik) dalam pembelajaran bahasa dengan menggabungkan 3 elemen penting:

  • Penghayatan tubuh (embodiment): Menggunakan gerakan tubuh dan pengalaman fisik dalam pembelajaran.
  • Ekspresi artistik: Menggunakan seni sebagai sarana ekspresi dan kreativitas.
  • Pembelajaran bahasa: Memfokuskan pada pengembangan kemampuan bahasa.

Pendekatan ini sangat efektif terutama dalam lingkungan yang memiliki keragaman budaya, karena dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan dan gaya belajar murid.

“Rentang perhatian (fokus) murid singkat (terbatas), dan seni membantu mempertahankan fokus cukup lama agar pengalaman dapat berkembang dan memenuhi potensi mereka. Ini adalah pembelajaran dengan melakukan – lebih dalam, lebih berdampak.”

Dalam konteks ini, penggunaan seni dan aktivitas interaktif dapat membantu menciptakan pengalaman belajar yang lebih kaya dan bermakna, sehingga murid dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dari proses pembelajaran.

ELLA telah diperkenalkan di sekolah-sekolah, kelas persiapan bagi para imigran, sekolah menengah, pendidikan bagi orang dewasa, dan pelatihan guru. “Dengan ELLA, kami bertujuan untuk sepenuhnya melibatkan potensi manusia dengan belajar dan mempraktikkan berbagai keterampilan secara bersamaan,” kata Anttila.

Melalui aktivasi indra, emosi, dan keterampilan motorik, kemampuan linguistik murid berkembang sambil (sekaligus) memperoleh wawasan budaya. Ini berarti bahwa ELLA tidak hanya fokus pada pengembangan bahasa, tetapi juga pada pengembangan keterampilan lainnya, seperti kreativitas, ekspresi diri, dan pemahaman budaya.

Salah satu subproyek ELLA, “Dans med spark” (Swedia untuk “Menari dengan bahasa”), memperkenalkan koreografi spoken-word dalam bahasa Swedia di sebuah sekolah menengah seni pertunjukan di kota Tampere, Finlandia Barat Tengah. (Bahasa Swedia adalah bahasa resmi di Finlandia.)

Spoken-word dapat berupa puisi, cerita, atau bahkan monolog yang dibawakan secara langsung di depan audiens. Dalam konteks proyek Dans med språk, spoken-word digunakan sebagai elemen yang dikombinasikan dengan tarian untuk meningkatkan kemampuan bahasa Swedia murid (proyek yang menggabungkan bahasa dan gerakan tubuh untuk meningkatkan kemampuan bahasa Swedia murid melalui ekspresi artistik).

Kursus ini terbuka untuk siapa saja, tidak peduli apakah mereka bisa menari atau berbicara bahasa Swedia dengan baik. Sekarang kursus ini sangat populer sehingga ada daftar tunggu, dan itu luar biasa karena banyak murid yang berbahasa Finlandia yang ingin ikut serta.

Beryanyi agar lancar berbahasa

Paduan Suara Belajar Bahasa Finlandia dengan Bernyanyi: Peran bernyanyi dalam pembelajaran bahasa adalah bidang menarik yang belum banyak dipelajari. Foto oleh Johanna Lehtinen-Schnabel.

Bernyanyi juga mempercepat proses belajar bahasa. Salah satu contoh menarik dari filosofi ELLA adalah menggunakan nyanyian untuk belajar bahasa Finlandia.

“Inilah bidang transdisipliner yang menarik yang belum banyak dipelajari,” kata Johanna Lehtinen-Schnabel, peneliti ELLA dan pemimpin paduan suara yang mengajar bahasa Finlandia melalui nyanyian di Helsinki dan Espoo.

Gagasan ini muncul dari pengalaman murid di proyek percontohan di mana Lehtinen-Schnabel mengajar musik kepada para imigran dewasa. Bernyanyi membantu mereka menyerap bahasa dengan lebih baik, termasuk pengucapan, irama, dan intonasi, serta mengurangi kecemasan (rasa takut) saat membuat kesalahan.

Disertasi doktoral Lehtinen-Schnabel di Akademi Sibelius Universitas Seni Helsinki membahas tentang paduan suara yang menggunakan bahasa sebagai fokus utama, dengan menampilkan (yang mencakup) berbagai genre musik seperti pop, rap, dan musik rakyat, sehingga mengenalkan murid ke berbagai gaya bahasa. Dengan menggabungkan flash mob, dialek, dan improvisasi, paduan suara ini membuat pembelajaran bahasa menjadi pengalaman yang imersif dan nyata (lebih nyata dan mendalam).

“Saat saya bernyanyi di paduan suara, saya tidak merasa sedang belajar,” kata anggota paduan suara Alicia Sevilla. “Sangat menyenangkan dan alami.” Dia juga belajar bahasa Finlandia di kursus reguler, tetapi dia menganggap paduan suara lebih membantu meningkatkan kelancaran dan bahasa lisan Finlandia-nya. Terbuka untuk semua tingkat kemampuan, paduan suara ini tidak memerlukan kemampuan bahasa Finlandia sebelumnya untuk bergabung.

Mengembangkan kemampuan bahasa anak

Belajar bahasa dengan bernyanyi sungguh menyenangkan dan terasa natural. Foto oleh Johanna Lehtinen-Schnabel.

 Penelitian tentang pembelajaran bahasa yang melibatkan tubuh (embodied language learning) sebagian besar difokuskan pada orang dewasa dan anak-anak muda, sementara remaja kurang mendapatkan perhatian. Elias Girod, seorang penari dan calon guru, berkeinginan untuk mengubah keadaan ini. Tesis magisternya di Universitas Helsinki meneliti pembelajaran berbasis tubuh dalam pengajaran bahasa kedua di program ELLA.

Menggabungkan kata-kata dengan gerakan tubuh memperkuat (meningkatkan) koneksi saraf, sehingga informasi lebih mudah diingat dan tersimpan dengan lebih baik (mendalam),” ujarnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan hubungan erat antara aktivitas fisik dan kognisi (kemampuan kognitif).

Menurut Girod, pembelajaran yang melibatkan tubuh mencakup banyak hal, seperti berdiri, duduk di lantai, pergi ke luar ruangan atau kelas, atau memperhatikan bagaimana kita menggunakan tubuh di berbagai lingkungan (di lingkungan berbeda). “Belajar bahasa bukan hanya tentang tata bahasa,” ujarnya. “Ini tentang interaksi dan motivasi, dan seni dapat menciptakan keduanya secara alami.”

Terkait hal itu, Girod ingin melihat perbaikan (kemajuan) lebih lanjut. Dia berpendapat bahwa untuk murid yang baru saja pindah ke Finlandia, “prioritasnya harus membuat mereka merasa nyaman dan terhubung”.

Dia menganjurkan pendekatan yang lebih berbasis ke pengalaman, di mana bahasa dipelajari melalui gerakan (aktivitas fisik), interaksi, dan ekspresi kreatif daripada hanya latihan-latihan yang terisolasi. “Anak-anak juga harus diajak ke pertunjukan dan pameran di luar sekolah,” tambahnya, seraya menekankan pentingnya pengalaman budaya dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuan (keterampilan) berbahasa dan rasa memiliki.

Sebagai langkah praktis (konkret), dia menyarankan mengundang seniman profesional ke sekolah untuk mengadakan lokakarya dan pertunjukan.

Mengubah perspektif pendidikan bahasa

Girod mengkritik pemeringkatan Programme for International Student Assessment (PISA) karena hanya berfokus pada mata pelajaran yang dapat diukur secara kuantitatif dan mengabaikan mata pelajaran kreatif seperti tarian, bentuk seni lainnya, dan bahasa yang menyertainya, serta nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya.

ELLA mewakili (mencerminkan) perubahan dalam pendidikan bahasa, menjadikannya lebih dinamis dan imersif. Mengintegrasikan gerakan, kreativitas, dan koneksi manusia (interaksi antar manusia) yang mendorong perkembangan bahasa, kepercayaan diri, kesadaran budaya, dan rasa memiliki.

(Sumber terjemahan: Finland.fi/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Finland.fi)

 

 

BEL (Bantuan Eksplorasi Laman)