Bagaimana Negara-Negara Maju Membangun Generasi Melek Koding dan Kecerdasan Artifisial

Selasa, 03/06/2025 WIB   871
England-CS-education-cover-photo

Di banyak negara, pembelajaran pemrograman komputer dan kecerdasan artifisial (KA) telah lama menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan mereka. Sejumlah negara dipilih sebagai referensi atau pembelajaran untuk Indonesia dalam menyelenggarakan hal tersebut, dengan memperhatikan beberapa faktor penting, seperti kedekatan kondisi demografis, sosial-ekonomi, serta kemampuan (kualitas) negara-negara itu dalam mengadaptasi teknologi, khususnya di pembelajaran.

Tiongkok

Tiongkok telah mencatat kemajuan luar biasa dalam bidang teknologi dan inovasi, termasuk dalam hal penguasaan koding dan kecerdasan artifisial. Untuk mendukung perkembangan ini, pembelajaran koding dan KA telah diintegrasikan secara langsung ke dalam kurikulum pendidikan di tingkat sekolah dasar dan menengah.

Pengintegrasian ini dilakukan melalui sebuah inisiatif bernama AI4Future, yang merupakan hasil rancangan dari Chinese University of Hong Kong (CUHK). Inisiatif ini dirancang untuk mendorong kolaborasi dalam implementasi pembelajaran KA di lingkungan pendidikan dengan menggunakan pendekatan yang beragam, yang disesuaikan dengan konteks lokal di masing-masing wilayah.

Menurut Chiu pada tahun 2021, pendekatan kontekstual ini diharapkan mampu membuat proses pembelajaran menjadi lebih relevan dan efektif. Tujuan utama dari pengajaran koding dan KA di Tiongkok tidak hanya terbatas untuk membekali siswa agar mahir menggunakan teknologi, tetapi lebih jauh lagi, agar mereka tumbuh menjadi inovator dan pencipta teknologi di masa depan.

Tren pengenalan pembelajaran koding sejak usia dini semakin menguat di kalangan orang tua, terutama karena adanya dorongan kuat dari pemerintah yang ingin membentuk masyarakat yang melek teknologi.

Pemerintah mengharapkan generasi muda tidak hanya menjadi pengguna pasif, tetapi aktif menguasai bahasa pemrograman komputer bahkan sejak remaja. Keinginan ini turut mendorong para orang tua lebih serius dalam memperkenalkan koding ke anak-anak mereka sejak usia dini.

Pemerintah Tiongkok sendiri telah memberikan berbagai bentuk dukungan nyata untuk mendorong pembelajaran koding dan KA. Salah satu langkah awal yang dilakukan adalah memperkenalkan prinsip-prinsip dasar dalam robotika dan kecerdasan artifisial, serta mengintegrasikan pembelajaran koding secara formal ke dalam kurikulum.

Langkah tersebut mulai diterapkan sejak tahun 2017, bersamaan dengan peluncuran rencana pengembangan nasional untuk KA. Dalam rencana tersebut, pemerintah secara eksplisit menganjurkan agar koding mulai diajarkan kepada siswa di tingkat sekolah dasar dan menengah.

Selain pengembangan kurikulum, pemerintah juga menyediakan buku teks khusus mengenai kecerdasan artifisial yang ditujukan untuk mendukung kegiatan pembelajaran di sekolah. Upaya lain yang tidak kalah penting adalah penyediaan fasilitas Smart Classroom, yakni laboratorium KA yang dilengkapi dengan berbagai perangkat teknologi canggih seperti alat-alat robotika dan perangkat lunak pemrograman.

Fasilitas ini dibiayai langsung oleh pemerintah dan diimplementasikan di sekolah-sekolah yang berada di wilayah perkotaan, sementara sekolah-sekolah di daerah perdesaan juga mendapatkan bantuan agar tidak tertinggal dalam hal akses ke teknologi pembelajaran.

Demi memastikan kualitas pengajaran tetap terjaga, pemerintah juga melaksanakan pelatihan khusus bagi para guru agar mereka mampu mengajar koding dan KA secara efektif. Pelatihan ini disertai dengan penyediaan kursus daring sebagai media pembelajaran tambahan bagi para pendidik.

Lebih lanjut, beberapa daerah juga telah menerapkan program percontohan untuk mengeksplorasi pemanfaatan koding dalam konteks pendidikan lanjutan. Salah satu contoh konkret dari program ini terlihat di Provinsi Zhejiang, di mana koding telah ditetapkan sebagai salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam seleksi masuk perguruan tinggi.

Sebagai bagian dari upaya yang lebih luas, pemerintah Tiongkok juga menjalin kemitraan strategis dengan sektor swasta untuk mendorong pembelajaran koding secara lebih luas. Kolaborasi ini melibatkan penyediaan berbagai platform digital untuk membantu siswa belajar, serta menghadirkan kursus tambahan yang dapat diikuti di luar jam sekolah.

Tidak sedikit anak-anak yang sudah mulai mengikuti kursus ini sejak usia mereka masih di bawah 6 tahun yang menunjukkan antusiasme besar dari masyarakat ke pentingnya penguasaan koding di era digital saat ini.

Singapura

Sebagai bagian dari inisiatif besar bernama Smart Nation, yang bertujuan membekali generasi muda dengan keterampilan digital yang relevan dengan perkembangan zaman, pada tahun 2020 pemerintah Singapura memperkenalkan pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial (KA) ke dalam dunia pendidikan.

Kedua bidang ini kemudian diintegrasikan secara sistematis ke dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah. Pelaksanaannya dilakukan melalui berbagai jalur, mulai dari mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), kegiatan proyek lintas mata pelajaran, hingga kegiatan ekstrakurikuler seperti program “Code for Fun.”

Program “Code for Fun” sendiri pertama kali diluncurkan pada tahun 2014 oleh Infocomm Media Development Authority (IMDA) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan (MOE) Singapura. Program ini dirancang untuk mengenalkan peserta didik ke konsep pemikiran komputasional dan pemikiran kreatif melalui pemanfaatan teknologi yang sedang berkembang.

Setiap tahunnya, program ini berhasil menjangkau lebih dari 50.000 peserta didik, mengajarkan keterampilan dasar di bidang pengkodean serta membekali mereka dengan pemahaman yang lebih luas mengenai dunia digital yang terus mengalami perubahan yang cepat.

Memasuki (di awal) tahun ini, Singapura meluncurkan modul baru yang bernama “AI for Fun.” Modul ini bertujuan memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik dalam bereksperimen dengan kecerdasan artifisial.

Kehadirannya tidak hanya menjadi kelanjutan dari pembelajaran yang telah ada sebelumnya, tetapi juga memberikan penekanan lebih ke pentingnya literasi digital, pemahaman mendalam tentang KA, serta pertimbangan etika dalam penggunaan teknologi.

Dengan demikian, peserta didik diharapkan mampu mengembangkan keterampilan yang tidak hanya berguna untuk dunia pendidikan, tetapi juga di kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran koding dan KA di Singapura dilakukan secara bertahap sesuai jenjang pendidikan. Meski merupakan 2 bentuk pembelajaran yang berbeda, keduanya saling berkaitan erat.

Koding dipahami sebagai keterampilan dasar yang menjadi fondasi untuk memahami dan mengembangkan kecerdasan artifisial. Tanpa penguasaan terhadap koding, peserta didik akan kesulitan dalam menciptakan atau menerapkan algoritma KA secara efektif.

Untuk memastikan proses pembelajaran berlangsung secara optimal, Pemerintah Singapura menerapkan berbagai kebijakan dan bentuk dukungan konkret. Salah satunya dengan menyediakan modul pembelajaran KA yang ditujukan khusus bagi peserta didik sekolah menengah.

Modul ini mencakup pengenalan dasar-dasar KA, pembelajaran mengenai machine learning, serta aplikasinya di konteks kehidupan nyata.

Selain itu, pemerintah juga menginisiasi program pelatihan guru melalui Teacher Training Programmes yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan.

Guru-guru didorong untuk terus meningkatkan kapasitas mereka melalui partisipasinya dalam kursus online dan workshop yang diselenggarakan oleh berbagai universitas maupun perusahaan teknologi ternama. Sebagai contoh, mereka dapat mengikuti kursus seperti “Elements of AI,” yang dirancang untuk memperkuat pemahaman guru terhadap konsep dan penerapan KA.

Upaya lain yang juga dilakukan adalah penyelenggaraan proyek lintas mata pelajaran. Di Singapura, peserta didik seringkali dilibatkan dalam proyek-proyek yang menggabungkan unsur KA dengan disiplin ilmu lainnya seperti sains, matematika, atau seni. Pendekatan interdisipliner ini diharapkan mampu menumbuhkan cara berpikir kritis dan kreatif dalam menerapkan teknologi.

Tidak hanya itu, sekolah-sekolah di Singapura juga secara aktif menyelenggarakan berbagai kompetisi di bidang KA. Kompetisi seperti National Olympiad in Informatics dan AI Hackathons menjadi sarana bagi peserta didik untuk menguji serta menerapkan pengetahuan mereka di konteks nyata dan menantang, sekaligus memupuk semangat inovasi dan kolaborasi.

Kemitraan dan kolaborasi juga menjadi aspek penting dalam strategi pendidikan digital Singapura. Pemerintah bekerja sama dengan berbagai universitas dan lembaga penelitian untuk mengembangkan materi pembelajaran yang relevan dan mutakhir.

Di sisi lain, kolaborasi juga dilakukan dengan perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Google, Microsoft, dan Apple. Melalui kerja sama ini, peserta didik dan guru mendapatkan akses terhadap berbagai sumber daya serta pelatihan di bidang koding dan KA yang dapat mendukung dan memaksimalkan proses pembelajaran.

Untuk mendukung semua upaya itu, Pemerintah Singapura memastikan bahwa sekolah-sekolah memiliki infrastruktur dan sumber daya yang memadai. Hal ini mencakup penyediaan akses ke komputer, koneksi internet berkecepatan tinggi, serta perangkat lunak yang diperlukan untuk mendukung pembelajaran koding dan KA secara efektif.

Di samping dukungan fisik dan pelatihan, pemerintah juga menyediakan berbagai sumber daya pembelajaran secara daring. Salah satunya adalah platform Student Learning Space (SLS), yang di dalamnya menyediakan modul-modul pembelajaran koding dan KA. Platform ini memungkinkan peserta didik mengakses materi kapan saja dan di mana saja, serta belajar secara mandiri sesuai dengan kecepatan masing-masing.

Dengan pendekatan hoiistik ini, Singapura terus memperkuat komitmennya dalam mencetak generasi muda yang tidak hanya melek digital, tetapi juga siap menghadapi tantangan masa depan dengan keterampilan yang relevan dan etika yang kuat dalam menggunakan teknologi.

India

Kebijakan Pendidikan Nasional India (National Education Policy/NEP) menaruh perhatian besar ke pentingnya penguasaan keterampilan digital oleh para siswa, terutama dalam bidang pemrograman (koding) dan kecerdasan artifisial (KA).

Sejalan dengan semangat ini, di tahun 2020 NEP merekomendasikan agar kedua bidang tersebut dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Sebagai implementasi dari kebijakan ini, pengenalan terhadap koding mulai dilakukan sejak siswa duduk di kelas 6 sekolah dasar, sementara pembelajaran mengenai KA diberikan pada jenjang sekolah menengah.

Di India, koding dan KA umumnya diajarkan di mata pelajaran Ilmu Komputer. Namun, kebijakan ini tidak diterapkan secara seragam di seluruh wilayah. Beberapa negara bagian, seperti Maharashtra dan Karnataka, memilih untuk menjadikan koding sebagai mata pelajaran terpisah yang wajib diajarkan di sekolah-sekolah menengah. Langkah ini menandai keseriusan dalam membekali siswa dengan keterampilan digital sejak dini.

Ada 4 bentuk dukungan utama dari pemerintah India yang telah mendorong perkembangan pembelajaran koding dan KA secara signifikan. Pertama adalah dukungan dalam bentuk infrastruktur dan sumber daya pembelajaran. India memiliki program Digital India Initiative yang ditujukan untuk meningkatkan sarana dan prasarana teknologi informasi di sekolah-sekolah, seperti penyediaan komputer, akses internet, dan perangkat lunak pendukung.

Di samping itu, sejak tahun 2016, pemerintah telah menjalankan program yang mempromosikan keterampilan di bidang STEM—sains, teknologi, teknik, dan matematika—serta kewirausahaan di kalangan pelajar. Untuk memastikan pemerataan akses ke pembelajaran digital, pemerintah menyediakan platform DIKSHA, yang merupakan media pembelajaran daring bagi guru, siswa, dan orang tua di jenjang pendidikan dasar hingga menengah.

Selain itu, tersedia juga SWAYAM, sebuah platform kursus daring yang terbuka secara luas (MOOC) yang menawarkan berbagai mata kuliah bagi peserta didik mulai dari tingkat sekolah sampai perguruan tinggi.

Dukungan kedua diberikan melalui penyelenggaraan berbagai program dan aktivitas di lingkungan sekolah yang bertujuan untuk menumbuhkan minat siswa terhadap bidang koding dan KA.

Di berbagai sekolah di India, sering diadakan kompetisi dan kegiatan hackathon yang berfokus ke kedua bidang tersebut. Hackathon sendiri merupakan ajang kolaboratif yang melibatkan individu atau tim dalam waktu yang terbatas—biasanya 1 hingga 2 hari—untuk mengembangkan solusi teknologi seperti perangkat lunak, aplikasi, atau prototipe guna menyelesaikan permasalahan tertentu. Dua (2) diantaranya yang paling populer adalah National Children’s Science Congress dan Smart India Hackathon.

Tak hanya itu, banyak sekolah juga mendirikan klub sains dan teknologi serta menawarkan kegiatan ekstrakurikuler yang berfokus pada teknologi. Melalui kegiatan ini, siswa diberi ruang untuk mendalami minat mereka di bidang koding, robotika, dan kecerdasan artifisial.

Dukungan ketiga datang dalam bentuk program peningkatan kapasitas di bidang koding dan KA. Salah satu inisiatif penting dalam hal ini adalah “AI for All,” yakni kursus daring gratis yang dirancang untuk memberikan pemahaman tentang kecerdasan artifisial kepada siswa, guru, maupun masyarakat umum.

Khusus untuk kalangan guru, pemerintah bekerja sama dengan organisasi swasta untuk menyelenggarakan pelatihan terkait keterampilan teknis serta pendekatan pengajaran yang efektif dalam koding dan KA.

Selain itu, pemerintah India juga mengadopsi kursus daring internasional “Elements of AI” yang dikembangkan oleh Finlandia, dan mendorong guru-guru di India untuk mengikutinya sebagai bagian dari pengembangan kompetensi profesional mereka.

Dukungan keempat diwujudkan melalui kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta. Untuk menjawab kebutuhan sumber daya pelatihan dan memperluas akses pembelajaran koding dan KA di sekolah-sekolah, sejumlah perusahaan teknologi global seperti Microsoft, Google, dan IBM menjalin kolaborasi dengan institusi pendidikan di India.

Melalui kemitraan ini, mereka menawarkan berbagai program pelatihan dan dukungan pembelajaran yang memperkuat integrasi koding dan KA ke sistem pendidikan nasional India.

Dengan dukungan kebijakan yang kuat, infrastruktur yang memadai, program-program pendidikan yang beragam, serta kerja sama dengan sektor swasta, India menunjukkan komitmen seriusnya dalam membekali generasi mudanya dengan keterampilan digital yang relevan di era teknologi saat ini.

Korea Selatan

Pada tahun 2015, Korea Selatan memutuskan untuk menjadikan pembelajaran kecerdasan artifisial (KA) sebagai mata pelajaran wajib yang dimulai sejak tingkat sekolah dasar. Dalam mata pelajaran ini, siswa diajarkan berbagai hal, mulai dari koding, prinsip dasar KA, hingga aplikasi KA yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.

Selain itu, topik penting lainnya yang diajarkan adalah etika penggunaan KA serta penerapan matematika dalam KA, yang bertujuan untuk membekali siswa dengan pemahaman yang komprehensif mengenai bidang ini.

Kemudian, di tahun 2019, pemerintah Korea Selatan meluncurkan kebijakan lanjutan yang memperluas cakupan pembelajaran KA. Kebijakan ini mencakup rencana untuk menambah waktu pembelajaran, menetapkan kurikulum yang lebih komprehensif, serta mengintegrasikan pendidikan informatika dan KA di seluruh jenjang pendidikan.

Selain itu, terdapat pula upaya untuk meningkatkan pelatihan bagi guru-guru, serta memperkuat infrastruktur teknis yang mendukung pembelajaran digital. Hal ini mencakup penyediaan perangkat digital, sistem manajemen pembelajaran (LMS), dan pengembangan jaringan yang lebih memadai di sekolah-sekolah.

Pada tahun 2020, seiring dengan semakin meningkatnya permintaan terkait pembelajaran KA, pemerintah memutuskan untuk menambah materi dasar-dasar KA dan matematika KA sebagai mata pelajaran pilihan di tingkat sekolah menengah atas. Langkah ini bertujuan agar siswa dapat lebih mendalami topik-topik yang lebih spesifik terkait dengan KA serta mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan teknologi yang lebih kompleks.

Pemerintah Korea Selatan telah menjalankan berbagai kebijakan untuk memperkuat pembelajaran koding dan KA di seluruh negeri. Salah satu kebijakan utamanya adalah menjadikan KA sebagai bagian terintegrasi dalam kurikulum pendidikan komputer melalui mata pelajaran informatika, yang menjadi dasar bagi pembelajaran lebih lanjut di bidang teknologi.

Untuk mendukung kebijakan ini, pemerintah melakukan revisi kurikulum di tahun 2022, yang hasilnya mulai diberlakukan di tahun ini. Dalam revisi tersebut, diutamakan pentingnya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pendidikan digital, termasuk pemanfaatan KA dalam pendidikan.

Kurikulum baru ini mencakup pembelajaran tentang perangkat lunak yang berkaitan dengan KA, pengenalan dasar-dasar teknologi digital, serta pemahaman tentang etika yang perlu diterapkan dalam menggunakan teknologi tersebut.

Selain itu, pemerintah Korea Selatan juga berkomitmen menyediakan buku digital untuk mendukung proses pembelajaran. Buku-buku digital ini rencananya diperkenalkan secara bertahap melalui buku teks pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah pada tahun ini.

Penyediaan buku digital ini diharapkan dapat memperkaya pengalaman belajar siswa dengan cara yang lebih interaktif dan relevan dengan perkembangan teknologi yang ada.

Dengan berbagai kebijakan tersebut, Korea Selatan terus berupaya untuk memastikan bahwa siswa di negaranya memiliki akses yang memadai untuk mempelajari dan menguasai KA, serta siap menghadapi tantangan di dunia digital yang terus berkembang.

Australia

Kurikulum di Australia mengintegrasikan pembelajaran tentang kecerdasan artifisial (KA) melalui berbagai mata pelajaran, seperti matematika dan teknologi, mulai dari kelas dasar hingga kelas 10. Selain kedua bidang ini, KA juga dijelaskan dalam konteks pelajaran lain seperti sains.

Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada mata pelajaran tertentu, namun juga terhubung dengan berbagai elemen kunci serta gagasan pengorganisasian yang ada di dalam kemampuan umum dan prioritas lintas kurikulum.

Terhubung dengan berbagai elemen kunci serta gagasan pengorganisasian yang ada di dalam kemampuan umum dan prioritas lintas kurikulum: Pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial (KA) tidak berdiri sendiri sebagai mata pelajaran yang terpisah, melainkan terintegrasi secara menyeluruh dengan berbagai elemen penting dalam kurikulum. Ini mencakup keterkaitannya dengan kemampuan umum yang ingin dikembangkan pada siswa—seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, kreativitas, dan kolaborasi—serta terhubung dengan gagasan atau prinsip dasar yang menjadi prioritas lintas kurikulum. Artinya, koding dan KA berperan sebagai sarana untuk memperkuat kompetensi lintas bidang dan menjadi bagian dari pendekatan pendidikan yang holistik.

Dalam konteks kurikulum teknologi, siswa diajarkan konsep-konsep inti yang berkaitan erat dengan KA, termasuk pemahaman mengenai data, berpikir komputasional, serta berpikir sistematis.

Sementara itu, dalam mata pelajaran matematika, teknologi, dan teknologi digital, KA diajarkan dengan tujuan agar siswa dapat mengembangkan literasi digital yang baik, serta memiliki pemahaman etika yang kuat, berpikir kritis dan kreatif, serta kemampuan numerasi yang mumpuni.

Hal ini juga mencakup pengenalan terhadap penggunaan AI yang bertanggung jawab, di mana siswa diajarkan untuk menggunakan teknologi ini dengan cara yang bijaksana.

Pemerintah Australia turut memberikan berbagai dukungan untuk memperkuat integrasi KA dalam kurikulum.

Salah satu dukungan utamanya adalah pengenalan pembelajaran tentang koding dan KA di dalam kurikulum yang dirancang agar semua siswa, sesuai dengan usia mereka, memiliki kesempatan untuk mempelajari konsep-konsep dasar terkait koding dan KA.

Agar pembelajaran ini dapat berlangsung secara efektif, kurikulum ini menyediakan panduan konten yang sangat rijik (rinci), yang dapat membantu guru merancang pendekatan pengajaran yang tepat, serta memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia. Kurikulum ini juga memberikan pedoman yang jelas tentang cara menilai pemahaman siswa ke materi yang telah diajarkan.

Selain itu, ada juga program pelatihan dan lokakarya yang diberikan kepada sekolah-sekolah dengan peringkat indeks sosial yang rendah (ICSEA). Ada sekitar 160 sekolah yang terlibat di proyek Digital Project Technologies in Focus (DTiF), yang dirancang untuk mendorong kolaborasi antara sekolah-sekolah tersebut serta menyediakan dukungan dari petugas kurikulum (bantuan atau pendampingan dari tim kurikulum untuk mendukung penerapan pembelajaran koding dan KA di sekolah).

Sejak Juli 2017, para kepala sekolah dan guru dari sekolah-sekolah itu telah mengikuti serangkaian lokakarya yang bertujuan untuk membantu mereka dalam menerapkan teknologi digital dalam proses pembelajaran mereka.

Dukungan lainnya datang dalam bentuk kolaborasi dan kemitraan antara pemerintah, sektor swasta, serta universitas. Melalui kemitraan ini, diadakan berbagai pelatihan, lokakarya, dan kompetisi yang berfokus ke pengembangan keterampilan di bidang koding dan AI. Ini memungkinkan siswa tidak hanya belajar dari pengajaran di sekolah, tetapi juga mendapatkan pengalaman praktis dan kesempatan berkompetisi di dunia nyata dalam bidang yang semakin berkembang tersebut.

(Sumber: Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial di Pendidikan Dasar dan Menengah/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image)

BEL (Bantuan Eksplorasi Laman)