Ketika Siswa di Ontario, Kanada menjadi Agen Perubahan

Selasa, 17/06/2025 WIB   621
graduate-students

Dari Buku Deep Learning: Engage the World Change the World

Pembelajaran mendalam (deep learing) berbasis (yang menumbuhkan atau mendorong berkembangnya) 6C (berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, komunikasi, kewarganegaraan/global, dan karakter) bukan sekadar teori, tetapi sudah benar-benar dilakukan sejak lama oleh guru di berbagai negara

Hal tersebut mungkin terasa membingungkan bagi sebagian besar dari kita. Jadi, yuk kita lihat langsung ke beberapa ruang kelas di berbagai negara untuk memahami apa yang membuat cara belajar ini berbeda, dan bagaimana cara ini bisa membantu mengembangkan 6C.

Maksudnya hal tersebut mungkin terasa membingungkan: Banyak orang mungkin belum benar-benar memahami apa itu pembelajaran mendalam dengan kemampuan baru (yang menumbuhkan atau mendorong berkembangnya 6C) dan bagaimana cara kerjanya, sehingga terasa sulit dipahami di awal (karena pendekatannya berbeda dari cara belajar tradisional atau dari cara belajar biasanya).

Sekarang, Kita Berada di Sebuah Kelas SMA di Ontario, Kanada.

Di sebuah kelas SMA di Ontario, Kanada, siswa-siswa kelas 12 sedang belajar mata pelajaran Geografi dan membahas berbagai isu dunia. Mereka sedang mencoba memahami bagaimana peran pemerintah, kelompok masyarakat, dan orang-orang biasa dapat memengaruhi perubahan sosial yang terjadi di sekitar kita.

Mengaplikasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB ke Kehidupan Nyata

Siswa-siswa kelas 12 mendapatkan tugas seru. Mereka diminta untuk mengenalkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dari PBB kepada orang lain, dan mengajak masyarakat untuk ikut bertindak, baik di lingkungan sekitar maupun secara global.

Maksudnya: Mereka diberi tugas untuk mengenalkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dari PBB kepada orang lain, serta mendorong orang-orang untuk ikut melakukan aksi nyata, baik yang berdampak langsung di lingkungan sekitar (seperti sekolah dan komunitas), maupun yang terhubung dengan isu dan gerakan yang lebih luas di tingkat dunia.

Mereka membentuk kelompok berdasarkan minat masing-masing, lalu bekerja sama dengan berbagai organisasi lingkungan seperti World Wildlife Fund (WWF) dan Friends of Earth, serta lembaga sosial seperti Me to We, bank makanan lokal, dan Feed the Children.

Para siswa juga terlibat langsung dalam merancang tujuan pembelajaran dan kriteria keberhasilan mereka. Untuk membagikan proses dan hasil kegiatan, mereka rutin mengunggah perkembangannya lewat Twitter dan membuat blog agar bisa menjangkau lebih banyak orang dan membuka peluang kerja sama baru.

Beberapa hasil nyata dari kegiatan ini meliputi:

  • Menggelar acara Because I Am a Girl di sekolah dasar setempat
  • Menyelenggarakan kegiatan donor darah
  • Membuat film dokumenter tentang kemiskinan, lalu mengadakan acara komunitas bertema @poverty2power
  • Mendesain dan menjual kaus untuk membantu biaya sekolah anak-anak muda yang membutuhkan (mendukung pendidikan anak-anak muda)
  • Membuat furnitur dan menyumbangkan hasil penjualannya ke Friends of Earth
  • Mendukung gerakan untuk konsumsi yang lebih ramah lingkungan (mendukung inisiatif konsumsi berkelanjutan)

Menurut para siswa, mereka belajar banyak dari proyek ini:

  • “Kami jadi berani berpikir kreatif, di luar kebiasaan… dan berani mengambil risiko.”
  • “Kami sedang belajar untuk bermimpi besar.”

Sang guru pun bangga. Ia menyampaikan bahwa bagian paling berkesan adalah saat dia melihat para siswa benar-benar bersemangat, percaya diri, dan berjuang untuk tujuan yang mereka pilih, dan begitu antusias untuk belajar, berbagi, dan membuat perubahan nyata di dunia.

Catatan kami

Belajar menjadi Bermakna lewat Aksi Nyata

Pembelajaran bermakna tidak terjadi dari ceramah panjang di kelas, tapi dari keterlibatan langsung siswa dalam persoalan nyata yang terjadi di sekitar mereka. Seperti yang dilakukan di sebuah sekolah menengah atas di Ontario, Kanada.

Para siswa kelas 12 tidak hanya mempelajari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dari PBB sebagai teori. Mereka ditantang untuk mengenalkannya kepada orang lain dan menggerakkannya dalam berbagai aksi nyata.

Mereka tidak sekadar diminta membuat poster atau presentasi. Tantangannya jelas, yaitu mengajak masyarakat bertindak, baik di lingkungan sekitar maupun dalam konteks yang lebih luas, secara global.

Siswa membentuk tim sesuai minat, lalu mengambil inisiatif menjalin kerja sama dengan berbagai organisasi, mulai dari World Wildlife Fund dan Friends of Earth, hingga lembaga sosial seperti Me to We dan bank makanan lokal.

Mereka belajar tidak hanya dari guru, tetapi juga dari proses kolaborasi lintas pihak (bekerja sama dengan berbagai kelompok/komunitas/organisasi di luar sekolah).

Mereka ikut menyusun sendiri tujuan pembelajaran dan kriteria keberhasilan, lalu membagikan progresnya secara terbuka lewat media sosial dan blog. Ini adalah bentuk nyata pembelajaran yang memberi ruang tumbuh bagi kemandirian, kolaborasi, dan tanggung jawab sosial.

Dampaknya tidak bisa dianggap remeh. Siswa menggelar kegiatan sosial di sekolah dasar, menyelenggarakan donor darah, memproduksi film dokumenter tentang kemiskinan, membuat dan menjual kaus untuk biaya sekolah anak-anak muda, bahkan membangun furnitur untuk didonasikan.

Semua aksi itu lahir dari kesadaran dan semangat mereka sendiri, bukan sekadar karena tugas sekolah. Di sinilah pendidikan menemukan esensinya.

Seorang siswa berkata, “Kami belajar berpikir di luar kebiasaan (di luar kotak)… belajar mengambil risiko.” Ini bukan kalimat hiasan. Ini adalah bukti bahwa ketika siswa diberi ruang dan kepercayaan, mereka tumbuh melampaui ekspektasi.

Apa yang dilakukan sekolah ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak harus berhenti pada penguasaan materi.

Pendidikan yang baik seharusnya membentuk kepedulian, keberanian bertindak, dan kemampuan berjejaring.

Jika sebuah pembelajaran bisa menghubungkan siswa dengan dunia nyata dan mendorong mereka membuat perubahan, maka itu adalah pendidikan yang relevan dengan zaman ini.

Guru mereka tidak hanya mengajar. Ia menciptakan ruang belajar yang memungkinkan siswa merasa berdaya. Dan inilah inti dari praktik baik ini, sekolah hadir sebagai tempat yang bukan hanya mentransfer pengetahuan, tetapi menghidupkan nilai dan aksi.

(Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image)

BEL (Bantuan Eksplorasi Laman)