Courier: Education in The Age of Artificial Intelligence

15 jam lalu WIB | 11

Sejak ChatGPT memperkenalkan kecerdasan buatan generatif pada akhir 2022, banyak jurnalis dan menteri pendidikan yang bertanya kepada saya, “Apakah teknologi digital itu baik atau buruk untuk pendidikan?” Jawabannya tidak sederhana. Perubahan teknologi memang tak bisa dihindari. Enam ratus tahun lalu, penemuan mesin cetak mengubah cara kita menyebarkan pengetahuan. Begitu juga dengan radio, televisi, komputer pribadi, internet, dan media sosial, yang membuka peluang baru dalam dunia pendidikan, meski juga menimbulkan kekhawatiran. Setiap perubahan besar ini perlu dinilai dengan hati-hati agar bisa memberikan manfaat nyata bagi guru dan siswa.

Teknologi digital memiliki banyak potensi. Teknologi ini dapat membantu menjangkau siswa yang paling membutuhkan, seperti mereka yang memiliki disabilitas atau yang berasal dari kelompok minoritas bahasa dan budaya. Teknologi ini juga memungkinkan pembelajaran yang lebih disesuaikan dengan kebutuhan setiap siswa dan bisa membuat sistem sekolah menjadi lebih fleksibel. Selain itu, teknologi ini juga bisa mengatasi batasan tempat dan waktu, menciptakan pengalaman belajar yang lebih mendalam.

Namun, ada sisi negatifnya juga. Ketimpangan digital semakin besar seiring berkembangnya teknologi baru. Sebanyak 31 persen siswa di dunia tidak bisa mengakses pembelajaran online selama pandemi COVID-19. Penyebaran informasi yang salah dan ujaran kebencian semakin marak, sementara banyak sumber belajar online yang mengabaikan 95 persen bahasa yang ada di dunia. Kecerdasan buatan generatif, yang mampu meniru kemampuan manusia dalam membuat teks, gambar, video, musik, dan kode perangkat lunak, bahkan memaksa kita untuk berpikir ulang tentang keunikan kecerdasan manusia, dengan dampak besar pada apa, bagaimana, dan mengapa kita belajar.

Kita tidak hanya harus melihat apa yang terjadi sekarang dengan teknologi-teknologi ini, tetapi juga memikirkan apa yang akan terjadi 20 atau 30 tahun ke depan. Bagaimana kita bisa menyiapkan generasi muda untuk hidup di dunia yang semakin dipenuhi teknologi, tanpa merusak kemampuan berpikir manusia saat kita menyerahkan beberapa fungsi kognitif pada mesin? Kita tidak bisa hanya bereksperimen dengan generasi ini.

Inovasi digital harus dirancang untuk melindungi peran manusia. Itulah alasan mengapa UNESCO mendorong kehati-hatian, sambil memastikan bahwa regulasi, pelatihan guru, dan kurikulum diterapkan untuk melindungi siswa dan sistem pendidikan kita. Seperti yang disimpulkan dalam Laporan Pemantauan Pendidikan Global 2023, yaitu teknologi memang dapat mendukung pembelajaran dalam beberapa konteks. Namun, teknologi tidak boleh menggantikan guru manusia yang terlatih dengan baik, yang membantu siswa berkembang secara menyeluruh, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Agar teknologi dapat membuka peluang bagi semua, kita harus mengarahkannya sesuai dengan prinsip inklusi, kesetaraan, kualitas, dan aksesibilitas.

BEL (Bantuan Eksplorasi Laman)