Membuat Anak Disiplin lewat Cara yang Lembut Tanpa Tekanan

Rabu, 15/10/2025 WIB   43
Lesson-–-When-teachers-come-to-class-children-have-to-bow-at-the-beginning-of-lessons

Pendidikan di Jepang dikenal dengan sistemnya yang sangat disiplin, namun yang membedakannya adalah pendekatan yang lebih lembut dan berbasis pengembangan karakter.

Berbeda dengan pandangan umum yang sering mengaitkan kedisiplinan dengan hukuman atau tekanan,

Jepang menunjukkan bahwa kedisiplinan bisa dibentuk tanpa harus menggunakan kekerasan.

Di negeri Sakura, mereka memiliki cara yang unik untuk membentuk karakter siswa sejak dini, yakni dengan pendekatan yang lebih bersifat pembelajaran daripada peraturan kaku.

Salah satu konsep utama dalam pendidikan di Jepang adalah Mimamoru, yang secara harfiah berarti “mengajar sambil mengamati”.

Ini bukan sekadar metode pengajaran, tetapi filosofi yang diterapkan dalam kehidupan sekolah sehari-hari.

Dengan pendekatan ini, guru tidak hanya memberi perintah atau memaksakan siswa untuk mengikuti aturan, melainkan memberi mereka ruang untuk menyelesaikan masalah atau konflik secara mandiri.

Alih-alih memberi hukuman langsung atau ceramah panjang, siswa diajarkan untuk merefleksikan tindakan mereka, belajar dari kesalahan, dan menghadapi konsekuensi dari perbuatannya.

Pendekatan ini sangat berbeda dengan metode yang sering diterapkan di negara-negara Barat, di mana ketidakteraturan sering kali dihukum langsung.

Sebagai contoh, di Amerika Serikat, anak yang berbuat nakal bisa langsung mendapatkan hukuman atau bahkan dikeluarkan dari sekolah.

Di Jepang, justru guru lebih memilih untuk mengawasi dan memberi ruang bagi siswa untuk mengatasi masalah mereka sendiri.

Metode ini memungkinkan anak-anak untuk memahami secara langsung bagaimana cara menyelesaikan konflik dan belajar menghadapi tantangan kehidupan.

Ada tiga jenis pendekatan yang diterapkan dalam Mimamoru

Pertama, intervensi minimal yang hanya dilakukan jika ada potensi bahaya bagi siswa.

Kedua, tidak ikut campur sama sekali, memberikan anak kesempatan untuk mengelola situasi sendiri.

Ketiga, tidak hadir di tempat kejadian jika memang tidak diperlukan. Dengan cara ini, anak-anak didorong untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka tanpa merasa tertekan oleh aturan yang ketat atau hukuman.

Namun, meski terlihat seperti pendekatan yang sangat santai, bukan berarti Jepang tidak peduli dengan perkembangan emosional dan psikologis anak.

Justru, Jepang memiliki sistem pendampingan yang sangat kuat untuk memastikan setiap anak mendapatkan perhatian yang mereka butuhkan.

Guru UKS (Yogo Teacher), misalnya, tidak hanya menangani masalah kesehatan fisik, tetapi juga membantu mendeteksi masalah psikologis yang mungkin dialami siswa.

Jika ada siswa yang menunjukkan tanda-tanda stres atau enggan masuk kelas, guru UKS akan membantu menyelidiki masalah tersebut dan memberikan dukungan yang diperlukan.

Selain itu, Jepang juga memiliki konselor sekolah yang membantu mendengarkan keluh kesah siswa tanpa menambah tekanan.

Konselor ini tidak hanya terbuka bagi siswa, tetapi juga bagi guru dan orang tua, membantu mereka untuk mengatasi masalah yang lebih luas.

Jika seorang anak menghadapi masalah sosial, pekerja sosial sekolah siap memberikan bantuan untuk menghubungkan mereka dengan layanan kesejahteraan yang sesuai.

Untuk masalah yang lebih serius, seperti trauma atau kesulitan emosional yang mendalam, ada Jidō Sōdanjo, pusat konsultasi anak yang siap menangani kasus-kasus berat.

Pendekatan semacam ini membuktikan bahwa pendidikan di Jepang tidak hanya tentang mencetak siswa yang pandai secara akademik, tetapi juga tentang membentuk karakter, membangun kemandirian, dan melatih empati.

Anak-anak Jepang tidak hanya diajarkan untuk disiplin dalam hal akademik, tetapi juga untuk bertanggung jawab terhadap tindakan mereka, serta untuk belajar menghadapi dan mengatasi masalah tanpa merasa tertekan atau takut dihukum.

Bagi sistem pendidikan lainnya, Jepang menawarkan pelajaran berharga dalam hal kedisiplinan.

Disiplin di Jepang bukanlah tentang kerasnya peraturan atau ancaman hukuman, melainkan tentang memberi anak kesempatan untuk belajar dari pengalaman hidup mereka sendiri.

Dengan cara ini, kedisiplinan justru tumbuh secara alami melalui proses pembelajaran, yang pada akhirnya menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter kuat.

Dengan filosofi Mimamoru, Jepang telah menunjukkan kepada dunia bahwa kedisiplinan dan pengembangan karakter bisa dilakukan dengan cara yang lebih manusiawi, penuh pengertian, dan berbasis pengalaman.

Sistem ini, yang memadukan pengawasan lembut dan pendampingan psikologis, mengajarkan kita bahwa pendidikan sejati adalah proses yang melibatkan lebih dari sekadar pengajaran ilmu pengetahuan.

Pendidikan yang sejati adalah tentang mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi dunia dengan bijak, mandiri, dan penuh rasa tanggung jawab.

(Sumber catatan: Kompas.com/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image)

BEL (Bantuan Eksplorasi Laman)