Siswa Bukan Lagi Penonton, Tapi Pemain Utama

Kamis, 03/07/2025 WIB   186
505719696_3209636595860770_5503321103628148689_n

Dari Buku Deep Learning: Engage the World Change the World

Dalam dunia pendidikan saat ini, hubungan antara siswa, guru, keluarga, dan dunia luar semakin berkembang dan berubah dengan cara yang signifikan.

Dalam pembelajaran tradisional, peran guru biasanya sebagai pengajar yang memimpin kelas, tetapi kini, peran guru lebih seperti mitra belajar bagi siswa. Artinya, guru tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga berkolaborasi dengan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini terlihat dari apa yang dikatakan oleh para siswa di Buku Deep Learning: Engage the World Change the World, yang merasa lebih mudah belajar dari teman sebayanya daripada hanya mendengarkan penjelasan dari guru.

Selain itu, mereka juga merasa penting untuk terhubung dengan orang-orang di luar lingkungannya, karena itu membuka peluang dan wawasan yang lebih luas. Dan ketika siswa merasa bangga dengan hasil kerja mereka dan ingin mendapatkan masukan, artinya mereka tidak hanya belajar untuk lulus, tetapi juga untuk tumbuh dan berkembang.

Kemitraan pembelajaran yang dimaksud di sini adalah hubungan antara siswa, guru, keluarga, dan komunitas yang lebih erat dan saling mendukung. Dengan memperluas hubungan ini, pembelajaran menjadi lebih nyata, relevan, dan terkait dengan kebutuhan serta minat siswa, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Pembelajaran pun tidak lagi terbatas pada (di dalam) ruang kelas saja, melainkan lebih berbasis pada pengalaman hidup yang lebih luas (melibatkan berbagai pihak di luar kelas yang memberi dampak positif terhadap cara belajar siswa).

Agar perubahan ini bisa berjalan dengan baik, dibutuhkan peran baru dari siswa, guru, keluarga, dan komunitas untuk bekerja sama membentuk hubungan belajar yang lebih efektif dan terencana. Namun, untuk mencapai hubungan yang kuat dan autentik tersebut, dibutuhkan usaha yang menuntut kesadaran dari semua pihak yang terlibat. Ini bukan sesuatu yang akan terjadi secara otomatis (begitu saja), melainkan membutuhkan perhatian dan komitmen untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang saling mendukung dan bermakna.

Ringwood North Public School, Canterbury Public School, dan Chatham Public School di Victoria, Australia

Sekolah dan pemerintah daerah yang mau mencoba peran baru dan membangun model kerja sama  baru yang lebih terbuka dan inovatif (kreatif) mulai melihat perubahan besar. Siswa jadi lebih semangat belajar dan hasilnya pun semakin baik. Misalnya di Uruguay, berawal dari 2 siswa yang ikut merancang cara belajar bersama gurunya. Awalnya mereka penasaran dengan robotika. Rasa penasaran itulah yang mendorong mereka berdua belajar lebih jauh. Bahkan, mereka mulai mengajarkan robotika ke teman-temannya sendiri, lalu belajar juga bagaimana cara melihat apakah mereka sudah makin paham atau belum.

Contoh lain datang dari Sekolah Glashan di Ottawa, Kanada. Di sana, para siswa membentuk tim khusus bernama Tim Kepemimpinan Pembelajaran Mendalam. Tim ini punya misi untuk mendorong cara belajar yang lebih dalam dan bermakna di sekolah. Mereka juga mengaitkan pembelajaran itu dengan isu lingkungan global, seperti kondisi alam di Swedia.

Sementara itu, di Australia, para siswa memimpin sebuah pameran besar yang melibatkan 3 sekolah sekaligus. Di pameran itu, mereka menampilkan karya dan ide-ide untuk menjawab tantangan dunia di masa depan.

Pameran Pemikiran dan Inovasi Masa Depan Anak-anak Muda

Pameran Young Minds of the Future (YMF) adalah acara (pameran) yang sepenuhnya dirancang (diprakarsai) dan dipimpin oleh para siswa sendiri. Pameran ini diadakan pada 9 September 2016 di Canterbury Primary School, dan menjadi hasil akhir dari proses belajar bersama antara siswa dan guru dari tiga sekolah dasar, yaitu Ringwood, Canterbury, dan Chatham.

Dalam kegiatan ini, siswa dan guru bersama-sama belajar tentang bagaimana masa depan bisa terbentuk, dan bagaimana kejadian-kejadian di masa lalu ikut membentuk dunia kita sekarang, serta memengaruhi masa depan. Para siswa memulai proses ini dengan memilih topik yang mereka suka, misalnya kesehatan, olahraga, pendidikan, game (permainan digital), makanan, dan transportasi. Lalu mereka membuat daftar pertanyaan yang membuat mereka penasaran.

Dari daftar itu, guru menyiapkan beberapa sesi pembelajaran (tutorial) yang dibuat lewat platform iTunes U. Siswa bebas memilih tutorial mana yang ingin mereka ikuti, sesuai dengan minat masing-masing. Lewat tutorial itu, mereka belajar banyak hal, seperti teknologi augmented reality dan virtual reality, pengembang aplikasi anak-anak, kemajuan teknologi di bidang olahraga, macam-macam alat transportasi dan dampaknya terhadap lingkungan, tren fesyen yang ramah lingkungan, dan masih banyak lagi.

Setelah mengikuti tutorial dan mencari informasi tambahan sendiri, siswa dibagi dalam kelompok dan memilih satu topik untuk dijadikan fokus. Mereka diminta membuat prediksi tentang seperti apa masa depan dari topik yang mereka pilih, dengan menggunakan informasi dari tutorial yang mereka ikuti serta hasil riset pribadi mereka tadi. Prediksi ini akan mereka tampilkan (presentasikan) di pameran YMF.

Setiap kelompok juga membuat dokumen presentasi menggunakan aplikasi Keynote sebagai panduan selama proses belajar (termasuk dalam menyusun ide). Mereka secara rutin berdiskusi dan berkonsultasi dengan guru pembimbing masing-masing. Bersama-sama, mereka menyusun rencana (konsep) untuk stan pameran mereka, apa yang ingin ditampilkan, kenapa itu penting, informasi atau data (riset) apa yang mendukung ide mereka, seperti apa bentuk stan mereka nanti, dan bagaimana cara mereka menarik perhatian dan berinteraksi dengan para pengunjung saat pameran berlangsung.

Pameran ini dipromosikan dan disebarluaskan langsung oleh para siswa. Mereka mengundang anggota komunitas sekitar untuk datang dan melihat hasil karya mereka.

Dari contoh tadi, kita bisa lihat bahwa sekarang siswa tidak lagi hanya duduk mendengarkan pelajaran. Mereka mulai dilibatkan secara aktif, bahkan ikut merancang cara (proses) belajar bersama guru. Peran ini membuat mereka lebih semangat dan lebih terlibat dalam kegiatan belajar di sekolah (pembelajaran), bahkan juga di lingkungan sekitar.

Karena peran siswa berubah, maka peran guru juga ikut berubah. Supaya siswa benar-benar bisa menjadi mitra dalam belajar, guru perlu berperan sebagai pendorong, pembimbing, dan penggerak yang membantu siswa berkembang.

Catatan Kami

Young Minds of the Future: Pendidikan yang Mengedepankan Kolaborasi dan Kreativitas Siswa

Pameran Young Minds of the Future (YMF) menunjukkan sebuah perubahan penting dalam dunia pendidikan yang patut diapresiasi. Acara yang sepenuhnya dirancang dan dipimpin oleh siswa ini bukan sekadar pameran biasa, melainkan puncak dari proses belajar kolaboratif antara siswa dan guru dari 3 sekolah dasar. Di sini, siswa diajak tidak hanya menjadi penerima materi, tetapi juga penggerak utama dalam menentukan apa yang ingin mereka pelajari dan bagaimana cara mereka belajar.

Pendekatan ini menempatkan siswa sebagai mitra yang sejajar dalam proses pembelajaran, sebuah pergeseran besar dari metode tradisional. Mereka memilih topik yang menarik bagi mereka, melakukan riset mendalam, mengikuti tutorial yang dirancang guru, dan kemudian memprediksi masa depan dari bidang yang mereka pilih. Proses ini mengasah rasa ingin tahu, kemandirian, dan kemampuan berpikir kritis siswa secara nyata.

Guru dalam konteks ini bukan lagi sebagai satu-satunya sumber ilmu, melainkan berperan sebagai fasilitator, pembimbing, dan motivator yang mendampingi siswa sepanjang perjalanan belajar mereka. Pendekatan ini memperkuat keterlibatan siswa dan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna serta relevan dengan dunia nyata.

Lebih dari itu, siswa juga mengambil peran aktif dalam mempromosikan pameran, mengajak komunitas sekitar untuk terlibat dan menyaksikan hasil kerja mereka. Ini bukan hanya soal menunjukkan hasil, tapi juga tentang membangun rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri.

Praktik baik seperti YMF menjadi contoh nyata bagaimana pendidikan dapat berubah menjadi proses yang dinamis, inklusif, dan memberdayakan. Melalui metode seperti ini, kita memberi ruang bagi generasi muda untuk menjadi pemimpin masa depan yang kreatif dan penuh inisiatif.

(Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image)

BEL (Bantuan Eksplorasi Laman)