Di era digital seperti saat ini, bahan bacaan dapat diakses dengan mudah. Dengan demikian, seharusnya menjadi lebih mudah untuk mendorong tumbuhnya minat baca anak-anak Indonesia sehingga tujuan untuk membentuk Pelajar Pancasila yang bernalar kritis dan kreatif dapat terwujud.
Seperti diketahui, sampai saat ini skor minat baca pelajar di Indonesia berdasarkan survei PISA (Programme for International Students Assesment) yang diselenggarakan oleh OECD, masih berada di posisi yang kurang menggembirakan. Berdasarkan PISA 2018, skor kemampuan membaca siswa Indonesia berada di posisi 371, jauh di bawah rata-rata negara OECD yang mencapai 486 atau 80 poin di bawah rata-rata OECD.
Tentu banyak hal yang mempengaruhi kondisi ini. Namun salah satunya adalah gap teknologi informasi antar wilayah di Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan ribuan pulau kecil. Dengan kata lain, masih banyak wilayah di Indonesia, khususnya wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar), yang belum bisa menikmati akses teknologi informasi semudah di pulau-pulau besar seperti pulau Jawa. Padahal, infrastruktur TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) merupakan faktor penting yang mesti dimaksimalkan agar akses informasi dan sumber bacaan dapat dinikmati secara merata.
Selain sebagai sumber bahan bacaan, internet juga dapat dimanfaatkan bagi para guru di wilayah 3T untuk mencari model terbaik ataupun inspirasi praktik pembelajaran yang dapat diterapkan di sekolah mereka. Karena itu, apabila akses terhadap TIK dapat dimaksimalkan, maka ikhtiar untuk mewujudkan keberhasilan program guru penggerak, akan lebih mudah terwujud. Apalagi, berdasarkan kajian PISA 2018, praktik pembelajaran yang dilakukan guru, berpengaruh signifikan terhadap rasa gemar membaca para siswa.
Dorongan agar ada peningkatan dukungan TIK untuk mendongkrak minat baca siswa ini tentu saja banyak diarahkan kepada pemerintah, baik di pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah daerah, ada baiknya bekerjasama dengan penyedia jaringan untuk memperluas jangkauan internet di satuan pendidikan dan memfasilitasi sekolah dengan kelengkapan TIK, khususnya di daerah 3T.
Namun kita pun sadar bahwa untuk mewujudkan pemerataan infrastruktur TIK ini membutuhkan waktu yang tak singkat. Sambil terus mengupayakannya, pemerintah daerah juga sebaiknya menggalakkan MGMP di kabupaten maupun kota yang menjadi wadah guru untuk berdiskusi mengenai penguasaan kelas, pembelajaran terarah, pemberian umpan balik positif, peningkatan metakognisi siswa, dan upaya menumbuhkan kegemaran membaca pada siswa.
Selain itu, perlu pula untuk memperbanyak kegiatan literasi kepada para guru serta memfasilitasi lebih banyak bantuan buku untuk perpustakaan sekolah dan sumber bacaan literasi lainnya.
(Bagus Priambodo/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image)