Saat Siswa di Glashan Middle School, Ottawa Diberi Ruang untuk Berkontribusi

Jumat, 20/06/2025 WIB   317
mcs2glashan

Dari Buku Deep Learning: Engage the World Change the World

Pembelajaran mendalam (deep learing) berbasis (yang menumbuhkan atau mendorong berkembangnya) 6C (berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, komunikasi, kewarganegaraan/global, dan karakter) bukan sekadar teori, tetapi sudah benar-benar dilakukan sejak lama oleh guru di berbagai negara

Hal tersebut mungkin terasa membingungkan bagi sebagian besar dari kita. Jadi, yuk kita lihat langsung ke beberapa ruang kelas di berbagai negara untuk memahami apa yang membuat cara belajar ini berbeda, dan bagaimana cara ini bisa membantu mengembangkan 6C.

Maksudnya hal tersebut mungkin terasa membingungkan: Banyak orang mungkin belum benar-benar memahami apa itu pembelajaran mendalam dengan kemampuan baru (yang menumbuhkan atau mendorong berkembangnya 6C) dan bagaimana cara kerjanya, sehingga terasa sulit dipahami di awal (karena pendekatannya berbeda dari cara belajar tradisional atau dari cara belajar biasanya).

Contoh dari Glashan Middle School (SMP), Ottawa, Kanada

Banyak siswa punya kemampuan hebat, tapi belum semuanya diberi kesempatan untuk menunjukkannya. Kalau mereka diberi ruang untuk menyampaikan pendapat dan membuat pilihan dalam proses belajar, mereka bisa membawa perubahan besar (sebagai agen perubahan) di sekolah, di masyarakat, bahkan dalam cara guru mengajar.

Hasil yang luar biasa terjadi di Glashan Middle School, Ottawa, Kanada, ketika sekolah itu berani memberi kepercayaan kepada siswa untuk menjadi pemimpin.

Siswa Ikut Menentukan Arah Pembelajaran

Perubahan cara belajar yang lebih mendalam di sekolah ini dimulai saat para siswa diajak ikut serta dalam sebuah tim khusus bernama Tim Desain Pembelajaran Mendalam. Tim ini berisi siswa kelas 7 dan 8 yang diberi peran penting sebagai pemimpin. Tugas mereka adalah membantu menyusun pemahaman dan tujuan bersama agar seluruh sekolah bisa menerapkan pembelajaran yang lebih bermakna.

Ketika sekolah ini dikunjungi, terlihat jelas bahwa siswa benar-benar terlibat aktif dalam perubahan tersebut. Ada 25 siswa yang tergabung dalam tim tersebut, dan mereka bisa menjelaskan dengan jelas serta memberi contoh bagaimana 6 kemampuan penting (yang dikenal dengan 6C: kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, kreativitas, karakter, dan kewargaan global) memengaruhi cara mereka belajar dan juga membentuk kepribadian mereka.

Salah satu bukti nyata bahwa nilai-nilai 6C sudah menjadi bagian dari budaya sekolah terlihat saat ada program kunjungan siswa ke Swedia pada Mei 2017. Hanya 12 siswa yang bisa ikut. Karena itu, diputuskan untuk mengadakan tantangan. Setiap calon peserta diminta membuat sesuatu yang menunjukkan alasan mengapa mereka layak dipilih, dengan mengacu pada nilai-nilai 6C.

Hasil karya siswa pun sangat beragam, mulai dari koper berisi bukti pencapaian mereka berdasarkan 6C, sampai poster dan buku tempel yang menjelaskan bagaimana mereka sudah menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Tentu saja guru punya peran penting dalam perubahan cara belajar di Glashan. Tapi yang paling terlihat, saat siswa diberi kesempatan untuk berkreasi (ruang kreativitas) dan memimpin, hasilnya jadi lebih kuat dan berpengaruh (dampaknya jauh lebih besar).

Catatan kami

Ketika Siswa Dilibatkan, Pembelajaran jadi Lebih Bermakna

Sebuah perubahan nyata terjadi ketika siswa tidak hanya menjadi objek belajar, tetapi juga subjek yang aktif membentuk arah pembelajaran di sekolah. Inilah yang dilakukan oleh sebuah sekolah menengah pertama di Ottawa, Kanada, saat mereka mengajak siswa untuk menjadi bagian dari Tim Desain Pembelajaran Mendalam.

Tim ini terdiri dari siswa kelas 7 dan 8 yang tidak hanya diajak mendengar, tapi diberi peran nyata sebagai pemimpin perubahan. Mereka membantu menyusun pemahaman dan tujuan bersama tentang bagaimana seharusnya pembelajaran dilakukan agar lebih bermakna dan berdampak bagi seluruh warga sekolah.

Saat sekolah ini dikunjungi, terlihat jelas bahwa keterlibatan siswa bukanlah sekadar formalitas. Sebanyak 25 siswa yang tergabung dalam tim mampu menjelaskan dengan konkret bagaimana 6 kompetensi penting, yakni kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, kreativitas, karakter, dan kewargaan global turut mewarnai cara mereka belajar setiap hari. Mereka tidak sekadar menghafal konsep, tapi menghidupinya dalam keseharian.

Sebuah momen yang menunjukkan kuatnya pengaruh nilai-nilai tersebut terjadi pada tahun 2017, ketika sekolah mengadakan program kunjungan pelajar ke Swedia. Karena hanya 12 siswa yang bisa ikut, maka dibuat tantangan terbuka. Para calon peserta diminta menunjukkan, lewat karya kreatif, alasan mereka layak dipilih berdasarkan 6 kompetensi itu.

Respons siswa sangat beragam dan mencerminkan pemahaman yang mendalam. Ada yang membuat koper khusus berisi rekam jejak pencapaian mereka. Ada juga yang menyusun poster dan buku tempel yang menunjukkan bagaimana nilai-nilai 6C telah mereka jalani. Yang menarik, karya-karya ini bukan hanya soal penampilan, tapi benar-benar mencerminkan proses berpikir dan pembelajaran yang nyata.

Peran guru tentu tetap penting dalam proses ini. Tapi justru ketika ruang diberi kepada siswa untuk berkreasi dan mengambil peran kepemimpinan (untuk memimpin), dampaknya menjadi jauh lebih luas. Kreativitas siswa berkembang, dan perubahan pembelajaran menjadi milik bersama.

Apa yang dilakukan sekolah ini memberi pelajaran penting. Pembelajaran yang bermakna tidak lahir dari tekanan atau aturan semata, melainkan dari keterlibatan aktif siswa di dalam prosesnya. Ketika suara siswa dihargai dan dijadikan bagian dari sistem, maka mereka tidak hanya belajar untuk hari ini, tetapi sedang disiapkan untuk menghadapi berbagai tantangan yang terjadi di dunia nyata.

Inisiatif ini membuktikan bahwa sekolah bisa berubah jika diberi keberanian untuk mempercayakan sebagian kendali kepada siswa. Dengan arahan yang tepat, siswa mampu menjadi agen perubahan yang tidak hanya berdampak di ruang kelas, tapi juga membentuk cara berpikir komunitas sekolah secara keseluruhan.

Yang paling penting, praktik ini menunjukkan bahwa kompetensi bukan hanya sesuatu yang diajarkan, tetapi bisa dibentuk dan ditumbuhkan ketika lingkungan sekolah memberi ruang yang adil dan terbuka untuk semua. Ketika siswa diberi ruang untuk berpikir, menyuarakan gagasan, dan bertanggung jawab atas prosesnya, maka hasilnya bukan sekadar nilai, tapi juga karakter dan kepemimpinan.

Pembelajaran mendalam bukan sekadar metode, tapi perubahan cara pandang. Dan sekolah ini membuktikan bahwa perubahan tersebut bisa terjadi, dimulai dari langkah sederhana dengan mempercayai mereka (siswa).

(Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image)

BEL (Bantuan Eksplorasi Laman)