Arah kebijakan pendidikan saat ini semakin jelas dengan tagline “pendidikan bermutu untuk semua.” Komitmen ini diwujudkan melalui berbagai forum yang menekankan pentingnya peningkatan mutu pendidikan.
Titikberatnya pada strategi penerapan SPMI di sekolah. Terkait hal tersebut, ada empat fokus pembahasan, mulai dari siklus penjaminan mutu di satuan pendidikan hingga tahapan implementasinya.
Kehadiran para pengawas dan kepala sekolah diharapkan menjadi pintu masuk agar konsep ini dapat dipahami sekaligus diterapkan di sekolah masing-masing.
Peran dashboard mutu yang baru dirilis oleh Kementerian Pendidikan dapat membantu pemetaan mutu secara lebih terukur dan transparan.
SPMI sejatinya bukan hal baru. Sistem ini sebelumnya dikenal sebagai penjaminan mutu internal yang berlandaskan regulasi, baik Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016.
Standar yang digunakan masih mengacu pada delapan standar pendidikan, mulai dari kompetensi lulusan, isi, proses, penilaian, pengelolaan, sarana prasarana, pembiayaan, hingga pendidik dan tenaga kependidikan.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah memang menitikberatkan pemetaan mutu pada indikator prioritas seperti literasi, numerasi, karakter, kualitas pembelajaran, iklim keamanan, dan iklim kebinekaan. Namun, kini arahnya dikembalikan pada pencapaian delapan standar pendidikan sebagai dasar perencanaan di sekolah.
Perubahan ini menjadi alasan mengapa Kementerian Pendidikan begitu intensif mendorong sosialisasi SPMI.
Melalui kegiatan bimbingan teknis maupun forum diskusi, pengawas dan kepala sekolah terus diajak untuk memahami dan menjalankan siklus penjaminan mutu di satuan pendidikan.
Harapannya, langkah ini bukan hanya sebatas wacana, tetapi benar-benar menjadi praktik yang konsisten di sekolah. Dengan demikian, peningkatan mutu tidak lagi sekadar indikator di atas kertas, melainkan tercermin dalam kualitas pembelajaran dan prestasi peserta didik di lapangan.