BBPMP Jawa Timur Tegaskan Penerapan Manajemen Risiko sebagai Budaya Kerja

Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) – Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Timur menegaskan kembali pentingnya penerapan manajemen risiko dalam setiap kegiatan. Kepala bagian umum Rizqi, menyampaikan arahannya di apel pagi pada Rabu (27/8/2025) bahwa seluruh tim kerja maupun sub tim kerja diwajibkan menyusun peta risiko secara menyeluruh, bukan hanya untuk sebagian kegiatan. Peta risiko yang dimaksud harus mencakup identifikasi, analisis, register, serta langkah mitigasi dan monitoring yang dilakukan secara konsisten.

Penyusunan peta risiko ini dipandang sebagai upaya sistematis agar setiap kegiatan dapat dipantau, dievaluasi, dan dikelola dengan baik. Dengan adanya identifikasi sejak awal, tim dapat mengantisipasi potensi hambatan dan menyiapkan langkah pencegahan. Transparansi dalam penyusunan peta risiko juga menjadi bagian dari penguatan akuntabilitas lembaga dalam menjalankan tanggung jawabnya.

Selain arahan mengenai manajemen risiko, rapat tersebut juga menjadi momentum perkenalan pegawai baru dari Direktorat SMA. Wiwik Setiawati Hamidati resmi bergabung dan akan fokus pada bidang tata kelola serta mendukung program revitalisasi. Kehadirannya diharapkan memperkuat kinerja direktorat, khususnya dalam mengoptimalkan sarana prasarana dan memperkuat layanan pendidikan di tingkat SMA.

Rizqi juga menyoroti pentingnya pembaruan peta risiko seiring adanya perubahan kegiatan dan penugasan dari pusat. Evaluasi maturitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah menempatkan manajemen risiko sebagai indikator utama. Setiap kegiatan perlu diberi kode, dianalisis dampaknya, dan ditindaklanjuti dengan mitigasi serta monitoring yang dilaporkan setiap triwulan.

Materi lain dari Widyaprada BBPMP Provinsi Jawa Timur Amirudin, membahas konsep dasar risiko yang merujuk pada ISO dan Permendikbud Nomor 66 Tahun 2015. Risiko didefinisikan sebagai efek dari ketidakpastian yang mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi. Faktor risiko dapat berasal dari manusia, uang, metode, lingkungan, maupun material. Risiko yang dipetakan mencakup aspek strategis, operasional, keuangan, kepatuhan, hingga potensi kecurangan. Tingkat dampak risiko pun dikategorikan mulai dari rendah hingga sangat sulit, sesuai persentase pengaruhnya.

Dalam hal monitoring dan evaluasi, Amir menyampaikan, kegiatan dilakukan setiap empat bulan sekali. Triwulan kedua digunakan untuk meninjau hasil evaluasi terbaru pada bulan Juli, sementara triwulan keempat dipakai untuk proses monitoring. Apabila suatu kegiatan tidak terjadi pada periode tersebut, tetap harus dicatat dengan keterangan jelas agar tidak menimbulkan bias dalam pelaporan.

Sebagai tindak lanjut, seluruh tim kerja dan sub-tim kerja diwajibkan menyusun peta risiko sesuai format terbaru dan mengunggahnya paling lambat 29 Agustus 2025. Arahan ini menekankan bahwa penerapan manajemen risiko bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi bagian dari budaya kerja yang harus dibangun.

(Sumber catatan: Notula Apel Pagi Semanggi (Semangat Berbagi dan Berkolaborasi) BBPMP Provinsi Jawa Timur/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Dokumentasi Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)

Bagikan Tulisan