Program transformasi pendidikan khusus mendapat perhatian tersendiri Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Timur.
Untuk memastikan program ini berjalan baik, BBPMP Jawa Timur menggelar kegiatan pendampingan kepada satuan pendidikan tentang kebijakan transformasi pendidikan khusus selama tiga hari, pada 14-16 Agustus 2023.
Ada 190 peserta perwakilan SD dan SMP, pengawas hingga dinas pendidikan 38 kabupaten/kota di Jatim hadir dalam kegiatan yang digelar di Hotel Bumi Surabaya.
Dalam kesempatan itu, Kepala BBPMP Jawa TImur Sujarno, SPd MPd mengingatkan kepada satuan pendidikan untuk tidak menolak warga masyarakat atau anak usia sekolah berkebutuhan khusus.
Hal ini beralasan karena pendidikan adalah hak seluruh warga negara Indonesia. Artinya siapapun berhak mengikuti pembelajaran tanpa memandang bagaimana kondisi fisik dan sosial budayanya.
“Kalau mereka mendaftar di satu pendidikan kita tidak boleh menolak selama itu berada dalam zonasi. Ini yang disebut dengan iklim inklusivitas Artinya kita harus bisa melayani seluruh lapisan masyarakat yang berada di zona kita,” tegas Sujarno ke para peserta kegiatan pendampingan tersebut.

Terkait iklim inklusivitas ini, berdasarkan laporan pendidikan tahun 2022, dari sekitar 26.000 SD, SMP, SMA dan SMK di Jawa Timur, ada 18.771 satuan pendidikan yang masih pada kategori merintis yaitu di zona kuning. Sementara 4.780 ada di zona merah, dan 3.581 di zona hijau.
Sedangkan tahun 2023, ada peningkatan kualitas yang cukup signifikan yakni zona merah tinggal 1.165 satuan pendidikan.
“Zona merah itu berarti perlu perlakuan khusus,” katanya.
Kemudian yang berada di zona kuning atau sedang merintis ada 7.549 satuan pendidikan, sisanya 18.624 di zona hijau atau kategorinya baik.
“Ini suatu lompatan yang luar biasa pendidikan di provinsi Jawa Timur dan tentu tidak terlepas dari peran Bapak Ibu semuanya baik satuan pendidikan maupun pemerintah daerah utamanya dari dinas pendidikan,” kata Sujarno.
Dijelaskan Sujarno, untuk memberikan layanan pendidikan yang inklusif, diperlukan upaya-upaya peningkatan kapasitas dari kepala sekolah serta tenaga pendidik atau guru.
Untuk peningkatan kapasitas perlu adanya campur tangan para pemangku kebijakan di pemerintah daerah yakni dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten/kota.
“Mudah-mudahan dengan ada acara ini nanti terbuka wawasan kita, dinas pendidikan kabupaten/kota untuk bisa menyediakan layanan yang inklusif kepada peserta didik atau kepada warga masyarakat,” katanya.
Diakui Sujarno, dalam memberikan layanan inklusif ini kerapkali sekolah mengalami kendala tidak adanya guru pendamping khusus.
Menurut Sujarno, hal itu bisa diatasi dengan mengikuti pelatihan-pelatihan atau mungkin mengusulkan kepada dinas pendidikannya.
“Dan dinas pendidikan itu Insyaallah sudah kita undang agar di setiap satuan pendidikan ada satu atau dua orang guru yang dilatih khusus bisa memberikan layanan-layanan inklusif,” katanya.
Pendidikan khusus ini sejalan dengan kebijakan merdeka belajar yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan assesment di awal.
“Inklusif artinya semua anak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhannya jadi tidak disamaratakan antara satu anak dengan yang lain nah ini harapan kami,” tukasnya.
Sementara itu, Suardana, Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang yang menjadi narasumber, membagikan strateginya dalam penanganan pendidikan khusus di wilayahnya.


Dikatakan, Suardana sejak 2012 Pemkot Malang sudah mencanangkan bahwa semua lembaga pendidikan negeri wajib menerima anak berkebutuhan khusus yang mereka istilahnya dengan anak istimewa.
“Kenapa hanya di negeri? Karena yang mutlak di bawah kami adalah yang negeri,” katanya.
Sejak pencanangan program ini, lembaga pendidikan mulai dari TK sampai SMA SMK tidak ada kata menolak siswa istimewa, disesuaikan dengan daya tampungnya.
Untuk menangani siswa istimewa ini, Pemkot Malang merekrut para guru pendamping khusus (GPK) yang sudah menjadi bagian dari lembaga itu.
“Di SD agak mudah tapi di SMP dan SMA kita pasti harus mencari guru mata pelajaran,” terangnya.
Terkait pendidikan khusus ini, Pemkot Malang memiliki satu program yang dikembangkan mulai 2018 bernama Jarik Ma’ Siti yang artinya belajar menarik bersama siswa istimewa.
Sejak diluncurkan sampai saat ini Jarik Ma Siti telah membantu pembelajaran 571 siswa istimewa.


Selain Suardana, narasumber pendampingan di hari pertama juga menghadirkan Dr Kusnohadi, Widyaprada Ahli Madya BBPMP Jatim yang memaparkan tentang Asesmen Nasional.
Simak videonya berikut (di bawah):
(Judul asli berita: Beri Pendampingan Pendidikan Khusus, BBPMP Jatim Ingatkan Sekolah Tak Boleh Menolak Siswa Istimewa/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Dokumentasi Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)




