Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Ristek, Dr Irwan Syahril PhD menyapa para guru penggerak di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Jumat, 24 Maret 2023 lalu.
Dalam kunjungannya ini, Dr Irwan Syahril didampingi oleh Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Timur dan Kepala Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Provinsi Jawa Timur. Dalam kesempatan itu dia juga sempat menyimak pengalaman yang diceritakan beberapa guru penggerak di Kabupaten Mojokerto.
Perlu diketahui, di kabupaten Mojokerto telah terdapat 225 guru penggerak. Rinciannya, sebanyak 116 orang adalah guru penggerak angkatan 5 yang terdiri dari 13 orang guru penggerak PAUD TK, lalu 73 orang guru penggerak tingkat SD, dan 30 guru penggerak tingkat SMP. Selain itu, sebanyak 109 orang guru penggerak berasal dari angkatan 7. Rinciannya, sebanyak 23 orang adalah guru penggerak tingkat PAUD dan TK, kemudian 65 orang adalah guru penggerak tingkat SD, serta 23 orang guru penggerak tingkat SMP.
Kepada para peserta yang hadir, dia menyatakan bahwa seleksi masuk guru penggerak sejatinya adalah seleksi kompetensi pemimpin sekolah.
Tujuannya adalah untuk mengubah paradigma pemimpin sekolah, dari yang sebelumnya mengurusi urusan administrasi, kini menjadi pemimpin pembelajaran.
“Sekarang, pemimpin sekolah, yaitu kepala sekolah dan pengawas sekolah, fokusnya ke pembelajaran. Bukan Administrasi,” katanya.




Dia melanjutkan, esensi dari Merdeka Belajar adalah sebagai problem solving untuk mengatasi krisis pembelajaran, di mana selama 30 tahun terakhir, kualitas pendidikan di Indonesia jalan di tempat meski akses menuju pendidikan ada.
“Krisis pembelajaran itu menjadikan kita sudah tertinggal oleh negara-negara lain. Dan kalau tidak segera diatasi, kita makin tertinggal. Karena krisis pembelajaran harus segera diatasi, sehingga pemimpin sekolah harus paham bagaimana pendidikan itu dilakukan dengan berpihak pada murid,” katanya.
Lebih jauh, sebagai calon pemimpin sekolah, para guru penggerak diharapkan juga selalu berinovasi, mencari cara agar pembelajaran terus berjalan secara optimal di tengah segala situasi dan kondisi yang barangkali tidak cukup mendukung.
“Guru penggerak itu resiliensinya harus tinggi. Tidak boleh mudah menyerah meski mungkin kondisinya tidak ideal. Mereka selalu mencari cara agar tujuannya tercapai,” imbuhnya.
Selain tak mudah menyerah dan selalu berinovasi, guru penggerak juga harus bisa berkolaborasi. Dia menegaskan, penyelesaian masalah pendidikan tidak bisa diatasi oleh satu orang saja. Sebab, permasalahan-permasalahan yang muncul kini semakin kompleks.
“Masalah-masalah itu bisa diselesaikan dengan kita berjejaring, gotong royong, dan berbagi,” kata dia.
Ketiga, guru penggerak juga menjadikan anak didik sebagai prioritas atau sebagai motivasi. Dengan kata lain, guru yang bergabung atau mendaftar sebagai guru penggerak, melakukan itu karena mereka benar-benar terpanggil.
“Bukan karena mengharapkan suatu imbalan,” katanya.
Selanjutnya, yang tak kalah penting, para guru penggerak juga mestinya memiliki karakter egaliter. Dengan itu, pangkat, usia, atau masa kerja, tidak lagi menjadi pemisah antara para guru penggerak.
“Kini semuanya harus belajar bersama-sama, bahkan dalam satu ruang. Itu luar biasa. Yang lebih luar biasa lagi, pengajar praktik bisa jadi malah pangkatnya lebih rendah daripada yang diajar. Itu tidak masalah,” katanya.
Dengan semakin banyaknya guru penggerak yang memiliki karakter-karakter tersebut, Irwan Syahril yakin Pemerintah Daerah akan terbantu dalam melakukan perubahan-perubahan yang membutuhkan SDM berkualitas. (Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Dokumentasi Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)




