Dalam sebuah sesi webinar yang diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kediri, sebuah pernyataan tajam dilontarkan oleh Dr. Praptono, Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jawa Timur. Di tengah wajah-wajah para guru yang hadir secara daring, ia mengungkapkan kenyataan yang mungkin tidak nyaman, tapi justru penting untuk didengar.
Ia memulai dengan mengakui kondisi pendidikan Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja. Meski kita terus berupaya, kenyataannya masih ada jurang yang dalam antara harapan dan kenyataan. Dan di tengah semua tantangan itu, hadir pula kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat. Dunia pendidikan diminta untuk terus melaju dengan bahan bakar yang makin terbatas.
Praptono tidak sekadar bicara data, tapi juga menyuarakan keprihatinan. Berdasarkan laporan nasional, kemampuan literasi peserta didik masih rendah, dengan 47 persen siswa berada di bawah standar. Lebih dari itu, 58 persen kemampuan numerasi juga belum memenuhi harapan. Ini bukan hanya angka, tapi potret sebuah generasi yang belum mendapat kesempatan belajar secara optimal.
Sementara dari sisi proses belajar, hanya 56 persen satuan pendidikan yang menunjukkan kualitas sangat baik. Sisanya, masih dalam kategori yang perlu perhatian khusus. Ini menandakan bahwa bukan hanya hasil yang perlu dibenahi, tetapi juga cara mencapai hasil tersebut. Proses yang berkualitas menjadi kunci dari pendidikan yang bermakna.
Di tengah tantangan ini, efisiensi anggaran menuntut pendekatan baru. Mutu pendidikan tetap harus ditingkatkan, tapi dengan cara yang lebih cerdas, hemat, dan mandiri. Ini adalah panggilan bagi satuan pendidikan untuk bekerja tidak hanya keras, tetapi juga bijak dan inovatif.
Praptono mengakui bahwa Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) memang belum mencukupi seluruh kebutuhan. Secara hitung-hitungan, BOSP hanya mampu menutupi sekitar 53 persen dari kebutuhan ideal sekolah. Tapi daripada berputar dalam keluhan, ia mendorong semua pihak untuk fokus pada pengalokasian anggaran yang benar-benar berdampak.
Sayangnya, kenyataan di lapangan tidak seindah harapan. Hanya 18,4 persen dari anggaran BOSP yang benar-benar digunakan untuk kegiatan peningkatan mutu pendidikan. Sisanya, entah ke mana arah dan tujuannya. Praptono menyampaikan ini bukan untuk menyalahkan, tetapi untuk mengajak semua pihak melakukan refleksi mendalam.
Pertanyaan paling jujur adalah: sudahkah kita mengarahkan sumber daya ke titik-titik yang betul-betul bisa mengubah kualitas belajar siswa? Ataukah selama ini kita sibuk menghabiskan dana tanpa menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya?
Untuk menjawab itu, satuan pendidikan diminta tidak menebak-nebak, tetapi mulai menelusuri data. Raport pendidikan harus dibedah dengan cermat. Setiap sekolah punya warna berbeda – ada yang merah di literasi, ada yang kuning di numerasi. Semua harus dikenali, dikaji, dan dicari penyebabnya.
Mungkin persoalannya ada di cara mengajar yang belum berkembang. Mungkin juga kurangnya sumber bacaan, atau lemahnya kebiasaan belajar di lingkungan sekolah. Setiap satuan pendidikan punya kisah unik yang perlu diungkap dengan jujur dan hati-hati.
Ketika sudah diketahui akar masalahnya, intervensi pun harus tepat. Jika guru menjadi kunci utama, maka pelatihan dan peningkatan kompetensi adalah jawabannya. Bukan hanya sekadar program yang terdengar baik, tapi benar-benar menyasar pada perubahan praktik mengajar.
Praptono mengingatkan, solusi yang tidak berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru hanyalah formalitas. Anggaran bisa saja keluar, tapi jika tidak ada dampaknya terhadap kualitas pendidikan, semua itu menjadi sia-sia. Di era efisiensi ini, setiap rupiah harus bisa menjawab tantangan nyata.
Ia juga menekankan pentingnya peran pemerintah daerah. Dana APBD harus menjadi pelengkap dan penguat, bukan sekadar pelengkap administrasi. Evaluasi dan refleksi menjadi langkah awal, tapi harus diikuti dengan kebijakan yang konkret dan terukur.
Lebih dari itu, ia mendorong adanya kolaborasi antar sekolah. Tidak boleh ada sekolah yang tertinggal sendirian. Berbagi pengalaman, strategi, dan solusi harus menjadi budaya baru. Karena pendidikan bukan kompetisi, tetapi gerakan bersama menuju kemajuan.
Sebagai langkah nyata, BBPMP Jatim akan menunjuk sejumlah satuan pendidikan sebagai sekolah model penjaminan mutu. Sekolah-sekolah ini akan menjadi pelopor, menunjukkan bahwa dengan strategi yang tepat, kualitas bisa dicapai meski dalam keterbatasan.
Mereka tidak hanya akan dibimbing, tetapi juga akan mengembangkan model penjaminan mutu sendiri yang kontekstual dan aplikatif. Dari sini akan lahir praktik-praktik baik yang bisa ditiru dan dikembangkan oleh sekolah lain di sekitarnya.
Ada 1.200 PAUD, 750 SD, 400-an SMP, dan sekitar 70 SMA yang akan menjadi bagian dari inisiatif besar ini. Mereka bukan sekadar objek program, tetapi agen perubahan yang diharapkan menjadi inspirasi bagi ekosistem pendidikan sekitarnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri, Dr. Mokhamat Muhsin, menegaskan pentingnya kepala sekolah memahami dan menindaklanjuti raport pendidikan. Fokus utama adalah memperbaiki indikator yang masih merah dan belum maksimal.
Ia mendorong agar setiap kepala sekolah segera menyesuaikan rencana kegiatan dan anggaran dengan kebutuhan riil di lapangan. Intervensi harus bersifat strategis, dan bukan sekadar administratif.
Muhsin percaya, jika satuan pendidikan mau bergerak bersama-sama memperbaiki indikator yang masih lemah, maka mutu layanan pendidikan akan meningkat secara menyeluruh. Perubahan itu bukan lagi mimpi, tetapi merupakan sebuah keniscayaan.
Dalam suasana penuh keprihatinan sekaligus harapan ini, para pendidik dan pemimpin pendidikan diingatkan bahwa keterbatasan anggaran bukan akhir dari segalanya. Justru dari sanalah kreativitas diuji, kepemimpinan ditantang, dan semangat untuk memperbaiki menjadi nyata.
Pendidikan yang bermakna tidak selalu hadir dari kelimpahan sumber daya. Ia bisa tumbuh dari keberanian untuk berubah, dari keikhlasan untuk merefleksi diri, dan dari semangat untuk tidak menyerah pada keadaan.
Catatan ini bukan sekadar ajakan, tapi juga pengingat. Bahwa di tengah keterbatasan, selalu ada ruang untuk kemajuan. Dan pendidikan, sejatinya, adalah tentang keberanian untuk terus melangkah – meski jalannya menanjak dan anggarannya menipis.
Simak videonya:
Kunjungi web Kemendikdasmen untuk update berita-berita terbaru seputar pendidikan dasar dan menengah
Baca juga beragam konten pengayaan dan kumpulan e-book pendidikan di Jelita (Jendela Literasi Kita)




