Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan kebijakan baru dalam proses penugasan kepala sekolah melalui Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025. Aturan (kebijakan) ini menggantikan regulasi sebelumnya dan mulai berlaku sejak 14 Mei 2025. Substansi utamanya adalah penguatan kompetensi dan pembukaan akses seleksi yang lebih inklusif bagi seluruh guru yang memenuhi syarat.
Langkah ini diambil bukan semata-mata sebagai pergantian administratif, tetapi sebagai respon terhadap tantangan riil di lapangan. Ketimpangan dalam akses menjadi kepala sekolah, serta masih banyaknya sekolah yang belum memiliki pemimpin definitif, menjadi dua alasan kuat di balik hadirnya regulasi ini.
Salah satu fokus utama Permendik ini adalah penghapusan diskriminasi dalam proses seleksi. Sebelumnya, beberapa jalur dianggap terlalu mengistimewakan kelompok tertentu, seperti guru penggerak. Dengan aturan baru ini, semua guru berpeluang sama selama memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Kebutuhan akan kepala sekolah yang profesional sangat mendesak. Data menunjukkan ada puluhan ribu sekolah yang belum memiliki kepala sekolah tetap. Hal ini tentu berdampak pada kualitas tata kelola dan pembelajaran di sekolah-sekolah tersebut.
Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 mempertegas bahwa untuk menjadi kepala sekolah, seorang guru tidak cukup hanya memenuhi syarat administratif. Ada empat kompetensi yang harus dikuasai sebagai landasan utama dalam memimpin satuan pendidikan.
Kompetensi pertama adalah kepribadian. Kepala sekolah dituntut memiliki integritas tinggi, stabilitas emosional yang kuat, dan kemampuan menjadi teladan bagi seluruh warga sekolah. Tanggung jawab moral dan etika profesi menjadi unsur yang tidak bisa ditawar dalam kompetensi ini.
Kompetensi kepribadian juga mencakup kematangan spiritual dan sosial. Kepala sekolah bukan hanya pengelola administratif, tetapi juga panutan nilai dan karakter. Sikap konsisten dan keterbukaan terhadap pembelajaran sepanjang hayat menjadi bagian penting dari profil yang diharapkan.

Kompetensi kedua adalah kemampuan sosial. Dalam menjalankan tugas, kepala sekolah harus mampu membangun komunikasi yang baik dengan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari guru, siswa, orang tua, hingga pemerintah daerah dan masyarakat luas.
Keberhasilan kepala sekolah tidak hanya diukur dari kinerja internal sekolah, tetapi juga dari bagaimana ia menjalin kerja sama lintas pihak. Kolaborasi dan partisipasi dalam jaringan profesional pendidikan menjadi indikator penting dalam aspek ini.
Kompetensi ketiga adalah kompetensi profesional. Kepala sekolah wajib memahami secara menyeluruh strategi pembelajaran yang berpihak pada siswa. Ia harus mampu menyusun kebijakan kurikulum yang inovatif, serta memastikan mutu dan efektivitas proses pembelajaran.
Kepala sekolah juga diharapkan memiliki pengalaman dalam pengelolaan program peningkatan mutu. Keputusan-keputusan strategis yang diambil harus berlandaskan data dan analisis yang mendalam, bukan sekadar mengikuti prosedur administratif.
Kompetensi keempat adalah kompetensi entrepreneur. Ini menjadi ciri khas baru dalam regulasi tahun 2025. Kepala sekolah diharapkan bisa menjadi inovator, kreator solusi, sekaligus manajer sumber daya yang andal.
Kemampuan entrepreneurial ini mencakup pengembangan kemitraan, inisiatif penggalangan dana, hingga optimalisasi anggaran yang tersedia. Tujuan akhirnya adalah kemandirian sekolah, terutama dalam menjawab kebutuhan lokal yang tidak selalu tertampung oleh anggaran pusat.
Empat kompetensi ini bukan hanya syarat formal, tetapi merupakan kerangka dasar pembentukan kepala sekolah yang mampu membawa perubahan. Dengan landasan ini, pemerintah ingin memastikan bahwa pemimpin sekolah bukan hanya administratif, tetapi visioner dan adaptif.
Di luar empat kompetensi tersebut, aturan baru juga tetap menetapkan sejumlah syarat administratif. Misalnya, calon kepala sekolah minimal harus memiliki pendidikan S1, sertifikat pendidik, dan pengalaman mengajar dengan kinerja yang konsisten baik dalam dua tahun terakhir.
Seleksi kepala sekolah kini dilakukan dengan tiga jalur: undangan dari dinas, usulan dari sekolah, atau pendaftaran mandiri oleh guru yang memenuhi kriteria. Sistem ini dirancang agar lebih terbuka dan transparan dibanding sistem sebelumnya.
Kepala sekolah yang terpilih akan mengemban tugas maksimal dua periode, masing-masing empat tahun. Jika melanggar ketentuan atau mengundurkan diri, maka tunjangan akan dihentikan sejak bulan berikutnya.
Regulasi ini mendapat tanggapan beragam. Ada yang mengapresiasi prinsip kesetaraan yang diterapkan. Namun, ada juga kekhawatiran bahwa jalur cepat bagi alumni program tertentu menjadi tidak relevan. Pemerintah menegaskan bahwa yang diutamakan adalah kompetensi, bukan gelar atau keikutsertaan program tertentu.
Melalui Permendikdasmen No 7 Tahun 2025, pemerintah mengirimkan pesan yang jelas: jabatan kepala sekolah bukan lagi sekadar posisi struktural, tetapi posisi strategis yang harus diisi oleh pemimpin berkualitas dan berdaya ubah.
Dengan fokus pada empat kompetensi inti dan tata seleksi yang lebih terbuka, kesempatan bagi guru untuk menjadi kepala sekolah kini tidak hanya lebih luas, tetapi juga lebih adil. Yang dibutuhkan adalah kesiapan, kinerja, dan kemauan untuk terus belajar.
(Sumber: Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image)
Kunjungi web Kemendikdasmen untuk update berita-berita terbaru seputar pendidikan dasar dan menengah
Baca juga beragam konten pengayaan dan kumpulan e-book pendidikan di Jelita (Jendela Literasi Kita)