Tahun ajaran baru selalu menjadi momentum penting untuk mengevaluasi dan memperkuat sistem pendidikan. Pada tahun 2025 ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menetapkan langkah strategis dalam pengelolaan dana pendidikan dengan diterbitkannya Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025. Kebijakan ini tidak hanya mengatur alokasi dana operasional, namun juga menegaskan kembali pentingnya kualitas belanja pendidikan yang berdampak langsung pada mutu pembelajaran.
Permendikdasmen tersebut memberi arahan yang jelas bagi pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan atau BOSP, yang mencakup BOP PAUD Reguler, BOS Reguler, dan BOP Kesetaraan Reguler. Dalam peraturan ini, pemerintah menetapkan persentase minimal dan maksimal untuk beberapa komponen penting pembelanjaan. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan dana lebih terfokus dan terukur, serta memberi hasil nyata terhadap peningkatan layanan pendidikan.
Komponen pertama yang menjadi perhatian adalah penyediaan buku, baik teks maupun nonteks. Pemerintah menetapkan minimal 10 persen dari alokasi dana dalam setahun harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan ajar tersebut. Langkah ini diambil demi memastikan setiap peserta didik memiliki akses terhadap materi pembelajaran yang layak dan mencukupi.
Selain itu, pemeliharaan sarana dan prasarana ditetapkan maksimal 20 persen dari pagu alokasi dana. Keputusan ini mencerminkan kesadaran akan pentingnya menjaga kondisi fisik sekolah agar tetap representatif dan aman bagi proses belajar mengajar, namun tetap menghindari penggunaan dana secara berlebihan untuk aspek non-pembelajaran.
Untuk tenaga pendidik dan kependidikan non-ASN, pemerintah menetapkan batas pembayaran honorarium sebesar 20 persen untuk satuan pendidikan negeri dan 40 persen untuk sekolah yang dikelola masyarakat. Namun, yang menarik adalah bahwa ketentuan ini hanya berlaku terhadap 50 persen dari total alokasi dana tahunan. Artinya, ada pembatasan yang ketat untuk menghindari dominasi belanja pegawai dalam struktur anggaran pendidikan.
Pemerintah juga memperjelas prioritas pemanfaatan dana bagi satuan pendidikan penerima skema kinerja seperti BOP PAUD Kinerja, BOP Kesetaraan Kinerja, dan BOS Kinerja. Dana dari skema ini harus diprioritaskan untuk pembelajaran mendalam, serta penguatan bidang koding dan kecerdasan artifisial. Fokus pada dua bidang tersebut memperlihatkan arah pendidikan yang semakin menyesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Satuan pendidikan diberikan kewenangan untuk menentukan sendiri komponen penggunaan dana BOSP, namun tetap harus disesuaikan dengan kebutuhan riil dan dituangkan dalam dokumen perencanaan sekolah. Ketepatan dalam perencanaan ini menjadi penting agar pemanfaatan dana benar-benar selaras dengan tujuan penguatan mutu pendidikan.
Satuan pendidikan yang sudah memiliki Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) namun belum sesuai dengan ketentuan terbaru, diberi batas waktu untuk melakukan penyesuaian hingga 31 Agustus 2025. Sementara itu, bagi yang belum menyusun RKAS, harus segera menyelesaikannya paling lambat 31 Juli 2025. Tenggat waktu yang ketat ini menjadi isyarat bahwa pelaksanaan reformasi tata kelola anggaran bukan sekadar anjuran, tapi sudah menjadi mandat.
Bila satuan pendidikan tidak mampu memenuhi ketentuan persentase penggunaan dana, mereka wajib menyusun laporan realisasi penggunaan dana yang dilengkapi dengan analisis dan data pendukung. Langkah ini menunjukkan bahwa transparansi dan akuntabilitas menjadi fondasi utama dalam pengelolaan keuangan pendidikan.
Dinas Pendidikan memiliki tanggung jawab untuk memverifikasi dan memvalidasi laporan tersebut. Hasil verifikasi tersebut harus dilaporkan kepada kementerian terkait paling lambat 14 Juli 2025. Mekanisme ini menunjukkan bahwa pengawasan dilakukan secara berlapis dan ketat, melibatkan baik satuan pendidikan maupun otoritas daerah.
Khusus bagi satuan pendidikan penerima dana kinerja, RKAS harus segera disusun dan disesuaikan paling lambat 30 Juni 2025. Ketentuan ini menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang dipercaya mengelola dana berbasis kinerja diharapkan menjadi percontohan dalam kecepatan dan ketepatan perencanaan.
Satuan pendidikan juga diarahkan untuk menyelenggarakan pelatihan pembelajaran koding dan kecerdasan buatan melalui Lembaga Penyelenggara Diklat (LPD) yang telah ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan. Ini adalah sinyal kuat bahwa kecakapan digital bukan lagi pelengkap, tetapi telah menjadi bagian penting dari kompetensi masa depan.
Gubernur, bupati, dan walikota di seluruh Indonesia diminta untuk memberikan dukungan penuh. Mereka diharapkan tidak hanya mendorong percepatan penyusunan RKAS, tetapi juga memfasilitasi sekolah-sekolah dalam menghadapi perubahan ini. Komitmen pemerintah daerah menjadi elemen kunci dalam memastikan efektivitas kebijakan di tingkat akar rumput.
Tugas pembinaan dan pengawasan pelaksanaan RKAS juga berada di tangan pemerintah daerah. Mereka harus memastikan bahwa RKAS yang disusun benar-benar dijalankan sebagaimana mestinya, tidak hanya sekadar dokumen formalitas yang tidak berdampak pada proses pendidikan.
Pemantauan dan evaluasi secara periodik juga harus dilakukan. Evaluasi ini akan memberi gambaran sejauh mana satuan pendidikan mampu mengelola dana dengan baik, serta mengidentifikasi kendala dan kebutuhan yang harus segera ditangani. Dengan demikian, proses perbaikan bisa berlangsung secara terus-menerus.
Surat edaran ini bukan sekadar instruksi administratif. Ia adalah bagian dari upaya panjang untuk menata ulang sistem pembiayaan pendidikan agar lebih transparan, terarah, dan berdampak nyata. Dalam setiap butir peraturannya tersirat harapan besar agar pendidikan di Indonesia tidak hanya berjalan, tetapi benar-benar berkembang menuju arah yang lebih baik.
Kebijakan ini menempatkan sekolah sebagai aktor utama. Namun, aktor utama ini tidak dibiarkan bekerja sendiri. Pemerintah pusat dan daerah membentuk ekosistem dukungan yang saling terhubung, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.
Tantangan ke depan tentu tidak ringan. Penyesuaian RKAS, perubahan pola pembelanjaan, hingga adaptasi terhadap pendekatan berbasis kinerja memerlukan ketekunan dan komitmen tinggi dari seluruh pihak. Namun, jika dikerjakan dengan sungguh-sungguh, perubahan ini bisa menjadi pijakan penting menuju sistem pendidikan yang lebih sehat dan berdaya.
Melalui Permendikdasmen Nomor 8 Tahun 2025, pemerintah ingin memastikan bahwa setiap rupiah dana operasional satuan pendidikan benar-benar bermuara pada peningkatan kualitas belajar anak-anak Indonesia. Dan itu hanya mungkin terjadi jika tata kelola keuangan pendidikan benar-benar dibenahi dari dasar.
Surat edaran resminya dapat dilihat di sini
(Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image)




