Kabar Daerah – Kabupaten Malang menghadapi tantangan besar dalam memastikan seluruh anak mendapatkan pendidikan yang layak.
Dengan jumlah anak yang tercatat tidak bersekolah mencapai hampir 20.000 orang, langkah konkret dari Dinas Pendidikan Kabupaten Malang menjadi krusial.
Salah satu upaya terobosan yang dilakukan adalah pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Anak Tidak Sekolah (ATS) yang bekerja di 33 kecamatan. Satgas ini memiliki tujuan ambisius, yaitu menghilangkan angka ATS di masa depan dan memastikan semua anak dapat mengakses pendidikan yang mereka butuhkan.
Jumlah anak yang tidak bersekolah di Kabupaten Malang terdiri dari berbagai kategori. Dari total 19.960 anak ATS, sekitar 6.241 anak adalah yang putus sekolah, 6.715 anak belum pernah bersekolah, dan 6.774 anak lainnya lulus tapi tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Bahkan, terdapat 230 orang yang sudah berusia di atas 24 tahun dan belum menempuh pendidikan. Angka ini jelas menunjukkan bahwa permasalahan ATS bukan hanya soal akses, tetapi juga berkaitan dengan kesadaran dan semangat untuk melanjutkan pendidikan.
Untuk mengatasi masalah ini, Pemkab Malang tidak hanya berfokus pada penanganan jangka pendek. Salah satu program penting yang sudah dijalankan adalah bantuan pendidikan untuk anak-anak ATS.
Di tahun 2025, sebanyak 454 anak yang tidak sekolah telah menerima bantuan pendidikan sebesar Rp1,2 juta per anak. Bantuan ini diberikan melalui 50 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang tersebar di berbagai wilayah Kabupaten Malang.
Dengan bantuan tersebut, anak-anak ATS bisa menempuh pendidikan kesetaraan dan memperoleh ijazah Paket A, Paket B, atau Paket C yang setara dengan pendidikan formal jenjang SD, SMP, dan SMA.
Bantuan pendidikan ini tidak hanya memberikan akses, tetapi juga membuka kesempatan bagi anak-anak ATS untuk mengejar cita-cita mereka. Namun, Pemkab Malang tidak hanya berhenti pada pemberian bantuan. Mereka berkomitmen untuk melakukan pendekatan sistematis dalam penanganan ATS.
Wakil Bupati Malang, Lathifah Shohib, menegaskan bahwa pendidikan adalah hak setiap anak dan Pemkab Malang berusaha untuk memastikan tidak ada anak yang tertinggal. “SDM adalah aset yang harus terus ditingkatkan kualitasnya,” ujar Lathifah, menambahkan bahwa pemerintah daerah akan terus mencarikan solusi bagi anak-anak yang menghadapi kendala pendidikan.
Pentingnya perencanaan berjangka juga ditekankan oleh Lathifah.
Setiap tahun, Pemkab Malang akan menetapkan target penurunan angka ATS dengan tujuan agar penanganan dapat dilakukan secara lebih terukur dan berkelanjutan.
Pendataan yang akurat akan menjadi kunci dalam mengidentifikasi anak-anak yang tidak bersekolah. Oleh karena itu, kepala desa, camat, dan Tim Penggerak PKK dilibatkan untuk memantau dan mendata anak-anak yang membutuhkan bantuan pendidikan di setiap wilayah. Dengan sistem ini, pemetaan masalah ATS akan semakin jelas dan intervensi yang diberikan akan lebih tepat sasaran.
Dukungan terhadap program ini juga datang dari DPRD Kabupaten Malang. Ketua Komisi IV DPRD, Ziaul Haq, memberikan apresiasi terhadap upaya Pemkab dalam menanggulangi masalah ATS. Ia menegaskan bahwa setiap anak yang belum memiliki ijazah berhak mendapatkan bantuan pendidikan, asalkan mereka memiliki semangat belajar yang tinggi.
Ziaul Haq juga menyoroti pentingnya seleksi dalam pemberian bantuan. Menurutnya, bantuan yang diberikan harus disertai komitmen yang kuat dari para penerimanya agar tidak ada yang mundur di tengah jalan. Hal ini penting agar bantuan yang diberikan benar-benar mencapai anak-anak yang membutuhkan dan berkomitmen untuk melanjutkan pendidikan mereka.
Namun, Ziaul Haq juga mengingatkan bahwa program ini perlu pengawasan ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan atau peserta yang tidak serius.
Kasus di mana peserta program mengundurkan diri meskipun sudah menerima Surat Keputusan (SK) Bupati menjadi pembelajaran berharga. Ziaul menegaskan bahwa kesempatan ini harus diberikan kepada anak-anak yang memiliki komitmen dan semangat untuk belajar, bukan kepada mereka yang hanya datang untuk memanfaatkan bantuan tanpa niat untuk melanjutkan pendidikan.
Sementara itu, meskipun angka ATS di Kabupaten Malang terbilang besar, adanya upaya berkelanjutan dari Pemkab Malang menunjukkan tekad yang kuat untuk menanggulangi masalah ini.
Bantuan pendidikan bukan hanya sekadar pemberian dana, tetapi sebuah investasi untuk masa depan anak-anak yang tidak bersekolah. Dengan memfokuskan perhatian pada pendidikan kesetaraan, Pemkab Malang tidak hanya memberikan akses pendidikan formal tetapi juga membuka peluang bagi anak-anak ATS untuk mengejar masa depan yang lebih baik.
Pemkab Malang bertekad untuk mengurangi jumlah ATS setiap tahun, dengan program-program yang lebih terencana dan melibatkan berbagai pihak.
Keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada partisipasi aktif masyarakat, khususnya dalam hal pendataan dan pemantauan. Dengan komitmen bersama, zero ATS di masa depan bukanlah cita-cita yang tidak mungkin tercapai.
Krisis anak tidak bersekolah adalah tantangan besar bagi Kabupaten Malang, namun dengan sinergi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan DPRD, masalah ini dapat ditangani dengan lebih baik.
Fokus utama Pemkab Malang adalah memberikan hak pendidikan yang setara bagi setiap anak, tanpa terkecuali. Ini adalah langkah besar dalam memastikan bahwa generasi penerus bangsa tidak hanya mendapat pendidikan, tetapi juga memiliki kesempatan yang setara untuk meraih impian mereka.
Kedepannya, Pemkab Malang berharap dapat menciptakan sebuah sistem pendidikan yang inklusif, di mana tidak ada anak yang tertinggal.
Semua anak harus memiliki kesempatan untuk belajar dan berkembang. Jika program ini berhasil, Malang akan menjadi contoh bagaimana sebuah daerah dapat mengatasi masalah ATS dengan pendekatan yang terstruktur dan penuh perhatian, serta memberikan peluang bagi anak-anak untuk kembali ke jalur pendidikan yang mereka impikan.
(Sumber catatan: Tugu Malang/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Tugu Malang)




