Kemendikbud Ristek mendorong terwujudnya digitalisasi pembelajaran dan digitalisasi sekolah.
Salah satunya melalui penyediaan Chromebook untuk pelajar, yang inisiatifnya lahir berkat kerjasama dengan google.
Perlu diketahui, Chromebook adalah perangkat. Chromebook juga bukanlah laptop. Salah satu perbedaan mencolok antara Chromebook dengan Laptop adalah pada sistem operasi yang digunakan. Perangkat ini menggunakan sistem operasi Chrome OS yang sudah diluncurkan sejak 2009 dan terus mengalami perkembangan.
Google menciptakan Chrome OS sebagai sistem operasi cepat dan ringan berbasis Linux yang open source. Sistem ini juga tidak wajib memerlukan spesifikasi yang tinggi untuk menjalankannya.
Laptop Chromebook yang dedicated menggunakan Chrome OS sudah pasti memiliki desain agar bisa bekerja secara maksimal untuk sistem operasi tersebut dan mampu menjalankan berbagai aplikasi Google, seperti browser Chrome, Gmail, Google Drive, Calendar, dan lainnya.
Menariknya, Chromebook juga dapat digunakan saat tak ada akses internet.
Pengguna Chromebook dapat menggunakan aplikasi yang siap digunakan saat offline atau ketika tidak ada sambungan internet.
Meski begitu, untuk penggunaan yang optimal, sebaiknya memang terkoneksi internet.
Audensi BBPMP Provinsi Jawa Timur, Google for Education Indonesia (wilayah Jawa Timur) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto tentang optimalisasi pemanfaatan chromebook, akun belajar.id dan Google Workspace for Education untuk proses pembelajaran (Jumat, 31 Maret 2023) di Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto:





Beberapa contoh kegiatan yang bisa dilakukan oleh pengguna laptop Chromebook ketika offline, di antaranya membaca dan menulis email dengan Gmail, menulis catatan atau membuat daftar dengan Google Keep, membuat dan mengedit dokumen, slide, atau spreadsheet menggunakan aplikasi Google Drive (Google Dokumen, Spreadsheet, dan Slide).
Jika dibandingkan dengan laptop lain, memang Chromebook dengan Chrome OS memiliki keterbatasan. Ada banyak software yang tidak bisa di-install di Chromebook, karena keterbatasan sistem dan spesifikasi. Namun, bagi sekolah, pembatasan ini pun juga bisa menguntungkan karena dapat menjauhkan siswa dari aplikasi-aplikasi tak bermanfaat, bahkan aplikasi-aplikasi yang tak sesuai.
Lalu bagaimana penggunaan Chromebook di beberapa sekolah di Indonesia?
Di SMP Ar Rahfi, Bandung, sudah diterapkan metode 100 persen Chromebook atau satu siswa satu chromebook.
Sekolah ini juga menerapkan penguncian di chromebook, di mana setiap jam 9 malam sampai jam 6 pagi, chromebook yang dibawa pulang oleh siswa, akan otomatis terkunci.
Perangkat itu juga bisa dimatikan dari jarak jauh. Kemudian, bila siswa kehilangan chromebook yang mereka bawa, Pusdatin bisa membantu melakukan tracking.
Kemudian, sekolah juga mengontrol dan memblokir situs yang tidak diperbolehkan diakses siswa. Jadi dari sisi keamanan terjamin.
Di sekolah lain, SMP Stella Duce Yogyakarta, Chromebook juga dimanfaatkan untuk integrasi kelas online dan offline. Lewat integrasi ini, guru bisa mengajar dari tempat lain tanpa mengurangi esensi dari interaksi dengan siswa.
Berikutnya di SMPN 1 Situbondo juga telah menerapkan 1 siswa 1 Chromebook. Bedanya, sekolah ini melakukan pengadaan mandiri lewat Dinas Pendidikan yang didukung Pemerintah Daerah.
Karena pengadaannya dilakukan secara mandiri, pemerintah daerah Situbondo yang juga telah memiliki domain situbondocerdas.id, memiliki kontrol penuh terhadap chromebook. Hanya saja, masing-masing sekolah mendapat secondary admin untuk mengelola asetnya sendiri. Serta bisa membuat akun baru untuk siswa yang baru, atau menghapus akun siswa yang sudah lulus.
Ke depan, tentu saja masih sangat luas pemanfaatan Chromebook yang bisa dilakukan oleh sekolah-sekolah dan para guru. Apalagi, pengembangan teknologi juga terus berjalan bukan? (Sumber: Paparan Google wilayah Jawa Timur saat bersama BBPMP Provinsi Jawa Timur di audiensi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto (Jumat, 31/3/2023)/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image dan Dokumentasi Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)