Bupati Blitar Dukung Penerapan Kurikulum Merdeka yang Relevan dengan Kearifan Lokal

Bupati Blitar Rini Syarifah menyambut baik penerapan kurikulum merdeka belajar yang relevan dengan kearifan lokal.

Menurut Rini Syarifah, kurikulum merdeka ini lah yang dicari untuk bisa menerjemahkan potensi yang ada di Kabupaten Blitar kepada anak didik di wilayahnya.

Hal ini diungkapan Rini saat berdiskusi dengan Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud Ristek, Dr Iwan Syahril PhD yang berkunjung ke Kabupaten Blitar beberapa waktu lalu (Rabu, 16/6/2023).

Dalam kunjungan ini, Iwan Syahril juga didampingi oleh Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Timur, Sujarno, M.Pd. 

Dalam diskusi, Rini Syarifah yang didampingi Sekretaris Kabupaten Blitar Izul Marom banyak mengungkap potensi Pertanian dan Perikanan yang menjadi dasar terciptanya ketahanan pangan di wilayahnya.

Diakuinya, wilayah Kabupaten BLitar yang berada di lereng Gunung Kelud, menyimpan potensi yang luar biasa. Selain tanah subur, kondisi alam dan sumber air juga luar biasa.

Hal ini menjadi modal pengembangan pertanian, peternakan hingga perikanan. Dia mencontohkan di bidang peternakan, Kabupaten Blitar dikenal dengan produksi telur yang mampu mengendalikan inflasi tak hanya di Blitar, namun nasional.

Peternak ayam petelur di Blitar saat ini ada 4.000 peternak yang mampu memproduksi telur 30 persen dari produksi nasional.

Kenapa peternak telur di Blitar berhasil? RIni beralasan kondisi alam di Blitar sangat kondusif dan kandungan airnya bagus untuk cangkang telur, terutama di wilayah Blitar Selatan. 

Selain telur, Rini juga mengurai budidaya ikan koi di Blitar yang berbasis Internet of Things (IoT) yang terintegrasi smartphone.

“Koi ini dirawat dengan teknologi IoT. Anak muda mencoba, memang berhasil dia. Tanpa ditunggu sudah bisa dicek besarnya pertumbuhannya. Makannya sudah ada takarannya sudah ada di internet. Misalnya ditinggal jauh, gak khawatir. Sudah ada sistemnya sendiri,” terangnya.

Rini juga mengurai potensi pertanian hortikultura seperti cabai yang menjadi komoditi yang mempengaruhi inflasi.

Lalu ada  durian, manggis serta pisang cavendis  yang sudah masuk pasar impor ke Arab Saudi dan Jepang.

Menurut Rini, potensi sumber daya alam ini akan bisa berlanjut jika dikelola oleh sumber daya manusia (SDM) yang unggul.

“Masak kalah sama Jepang, Thailand, Vietnam. Mereka sumber daya alamnya sedikit, tapi punya SDM,” selorohnya.

Karena itu lah, Rini sangat antusias dengan hadirnya kurilulum merdeka yang relevan dengan kearifan lokal.

Dia berharap dengan kurikulum ini juga mampu mengubah mindset orang tua yang bisa mendukung pengembangan potensi lokal di Blitar.  

“Selama ini, orangtua mindsetnya kalau sekolah ya ke manajemen, atau kedokteran. Kan gak seperti itu, apalagi  mereka itu petani,” katanya.

Menanggapi hal ini, Dirjen Paud Dikdasmen Kemendikbud Ristek, Dr Iwan Syahril PhD mengatakan, harapan bupati Bkitar itu bisa terjawab di kurikulum merdeka.

Dijelaskan Iwan, dalam kurikulum merdeka, konten 30 persen lebih sedikit dari kurikulum lama. Hal ini membuat guru bisa lebih leluasa dan mendalam dalam mengurai materi pembelajarannya.

Selain itu, kurikulum merdeka juga memberi kesempatan guru untuk menyesuakan dengan muridnya. “Misalnya, sekarang mau fokus numerasi dan topik apa saja oke, yang penting tujuan pembelajarannya tercapai,” katanya.

Poin yang tak kalah penting dari kurikulum merdeka adalah lebih relevan dengan masyarakat dan kearifan lokal.

“Itulah project base learning. Itu bisa dikembangkan di sekolah sendiri-sendiri. Disesuaikan dengan konteks sekolah,” katanya.

Diterangkannya dalam  Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang ada di kurikulum merdeka, memungkinkan guru Bahasa Indonesia, Matematik, Seni Budaya bergabung untuk kerja di satu topik.

“Ini belum pernah terjadi. Dan, pada akhirnya nanti, hasilnya murid lebih bahagia, keluar potensi, lebih mau berinisiatif, serta lebih berani inovatif. Itulah kurikulum masa depan yang di P5,” terangnya.  

Potensi kearifan lokal ini juga bisa digali melalui komunitas belajar yang ada di sekolah.

Dengan komunitas belajar, bisa semakin mendorong inovasi-inovasi kepada pemangku kepentingan di sekolah untuk berkreasi sesuai kearifan lokal, potensi anak-anak dan potensi daerahnya.

“Monggo, misalnya kalau peternakan setiap tahun harus ada, itu monggo. Sehingga pembelajaran lebih mengenal daerah, lingkungan dan jadi triger untuk inovasi-inovasi di daerah,” tukas Iwan. (Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Dokumentasu Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)

Bagikan Tulisan