Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur mengingatkan pentingnya melakukan update data pokok pendidikan (dapodik) untuk keperluan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK).
Hal ini beralasan karena data kepesertaan Asesmen Nasional, salah satu diantaranya diambilkan dari dapodik.
Berdasarkan data di Dindik Jatim, ada sejumlah sekolah di Jawa Timur yang tidak bisa mengikuti Asesmen Nasional karena tidak meng-update dapodik.
Hal itu diakui Eka Ananda, pejabat Dindik Jatim saat memberikan pemaparan di kegiatan Advokasi Pemerintah Daerah dalam Pemanfaatan Rapor Pendidikan dan Perencanaan Berbasis Data (PBD) yang digelar Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Timur pada Jumat (28/7/2023).
Diungkapkan Eka, dari 1.527 SMA di Jatim, ada 10 lembaga yang tidak mengikuti Asesmen Nasional pada 2022.
Sementara tahun 2023, ada 16 SMA yang terancam tidak bisa mengikuti AN yang akan digelar bulan Agustus ini. “Setelah kami telusuri, ternyata 11 sekolah,”ungkapnya.



Simak juga video berikut (di bawah ini):
Dapatkan info-info terbaru dari Kemendikbudristek di sini
Dikatakan Eka, sekolah yang tidak bisa mengikuti AN ini bukanlah sekolah kecil, namun ternyata milik sebuah lembaga besar.
Eka mencontohkan salah satu SMA swasta di Probolinggo yang ternyata memiliki banyak siswa dan guru, tapi tercatat tidak bisa mengikuti ANBK tahun 2023.
“Kenapa bisa terjadi? Ternyata, mereka tidak update data dapodik,” terangnya.
Karena itu lah, Eka mewanti-wanti kepada dinas pendidikan maupun cabang dinas pendidikan yang hadir di kegiatan tersebut untuk memperhatikan dengan benar update dapodik.
Untuk memastikan hal itu, pihaknya juga mengaku sudah mengedarkan surat ke sekolah-sekolah agar terus update dapodik.
“Tapi ya gitu. Kalau diberikan warning berkaitan dengan dana BOS, cepat sekali. Tapi kalau data untuk ANBK diabaikan,” seloroh mantan Kasi Kurikulum Dikmen Dinas Pendidikan Jatim.
Diterangkan Eka, ANBK ini berbeda dengan Ujian Nasional yang sudah lama dihapuskan.
ANBK hanya diikuti oleh sampel (sampling) siswa di masing-masing sekolah.
Kenapa tidak seluruhnya?
Diterangkan Eka, sebelum membuat kebijakan itu Kemendikbud Ristek sudah melakukan beberapa percobaan yakni mengikutkan semua siswa untuk ANBK dan hanya sampling.
Ternyata dari dua model itu, baik diikutkan keseluruhan maupun sampling, perbandingan hasilnya tidak terlalu jauh berbeda.
“Itu lah pertimbangannya sebaiknya dilakukan secara sampling. Sehingga tidak terlalu banyak memakan, biaya, waktu dan proses,” terangnya.
Terkait model pelaksanaannya, UNBK bisa dilakukan secara online atau daring (dalam jaringan) dan secara semi online.
“Kalau yang daring, karena ini sampling, jadi lebih praktis. Tapi dituntut satuan pendidikan memiliki hardware harus mumpuni, software juga, koneksi internet juga harus memadai,” terangnya.
Sementara untuk semi online, dilakukan dengan mengunduh beberapa aplikasi kemudian ada rilis token untuk membuka supaya aplikasi ini bisa dilihat.
“Proses ini tidak seperti online. Beberapa hari sebelumnya harus persiapan,” terangnya. (Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Dokumentasi Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)




