Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud Ristek, Dr Iwan Syahril PhD membawa misi khusus saat berkunjung ke Kabupaten Blitar, Jawa Timur, pada Rabu (16/6/2023).
Dr Iwan Syahril PhD ingin mendengar langsung pengalaman para guru penggerak, kepala sekolah, pengajar praktik, fasilitator Pendidikan Guru Penggerak (PGP) serta sejumlah komunitas belajar di Kabupaten Blitar, dalam pelaksanaan program Merdeka Belajar.
Karena itu lah dalam pertemuan itu, Iwan Syahril meminta kepada mereka untuk menceritakan pengalaman yang tidak terlupakan selama menjalankan program Merdeka Belajar.
Kustiyo, fasilitator Pendidikan Guru Penggerak dari SMK Negeri 1 Udanawu, Kabupaten Blitar menceritakan pengalamannya ketika mendampingi calon guru penggerak yang saat itu mendapat bully-an dari sejumlah pihak.
Bully-an itu muncul di tengah ambisi para guru penggerak ini untuk bisa menjadi kepala sekolah, sementara belum ada permendikbud yang mengatur hal itu.
Melihat hal itu, Kustiyo mencoba membangkitkan semangat para guru penggerak ini. “Saya motivasi terus, apapun ilmu yang didapat, jadikan pegangan. Siapa tahu sewaktu-waktu bisa bermanfaat,” katanya dalam pertemuan yang juga dihadiri Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Timur Sujarno, MPd.
Ternyata, harapan itu menjadi kenyataan setelah muncul Permendikbud nomor 40 tahun 2021, yang mengatur untuk menjadi kepala sekolah, syaratnya harus menjadi guru penggerak.
Pengalaman lain disampaikan Supriyono, Kepala UPT SD Kandangan 1 Blitar yang menjadi pengajar praktik mendampingi para guru penggerak.
Supriyo awalnya minder dan deg-degan karena para guru penggerak yang didampingi adalah guru SMK yang menurutnya, secara skill dan disiplin ilmunya lebih tinggi.
Meski begitu, Supriyo tak pantang menyerah. Dia kemudian mendekati kepala SMK dan mengajak berkolaborasi dengan membawa visi guru penggerak.
“Karena yang saya hadapi disiplin ilmu lebih tinggi, sementara saya guru SD, saya juga harus mengupgrade pengetahuan,” katanya.
“Alhamdulillah karena semua berjalan lancar, semua mendukung, kolaborasinya bagus, saya meloloskan mereka menjadi guru penggerak,” kenangnya.
Selain fasilitator PGP dan pengajar praktik, Iwan Syahril juga mendengar pengalaman pegiat komunitas belajar dan para kepala sekolah.

Kepada mereka, Iwan Syahril mengingatkan tentang tiga tujuan Merdeka Belajar.
Dijelaskan, semua program Merdeka Belajar, apakah itu Guru Penggerak, Kurikulum Merdeka, Sekolah Penggerak, Program Organisasi Penggerak, Merdeka Belajar, ujung-ujung tujuannya sama.
“Tujuan Merdeka Belajar ada 3, yakni kepada murid, kepada murid dan kepada murid,” tegasnya.
Dikatakan Iwan, semua pihak bersatu di program Merdeka Belajar ini bukan untuk orang dewasa.
“Kita sebagai jembatan. Saya, Bapak Sekda, Bapak Kadis, Ketua Komisi DPR, orangtua, masyarakat, organisasi yang mau peduli pendidikan, semua bersatu untuk tujuan bersama yakni murid dan murid,”terangnya.

Menurut Iwan, kepentingan murid ini perlu diperjuangkan untuk mewujudkan mimpi menuju Indonesia Emas.
“Jadi kalau ada guru penggerak itu sebenarnya filosofinya mencetak generasi baru kepemimpinan pendidikan Indonesia,”tegasnya.
Sementara, lanjut Iwan, kalau sekolah penggerak, ujung-ujungnya sama yaitu kepada murid, melalui strategi transformasi yang dipakai, seperti pendekatan asimetris, muatan SDM, kurikulum paradigma baru, teknologi digital dan perencanaan pembelajaran.
Iwan juga mengingatkan pentingnya peran pemimpin pendidikan yang mampu mengelola, di antara tantangan yang sangat beragam dan keterbatasan yang ada.
“Filosofinya, tidak ada rotan, kayu pun jadi. Kita ingin pemimpin perubahan yang fokus pembelajaran yang mampu berkolaborasi. Cara memecahkan masalah dengan kolaborasi,” katanya.
Iwan mengapresiasi apa yang dilakukan Supriyono yang mampu berinteraksi dan berkolaborasi dengan kepala SMK untuk bisa mewujudkan tujuan guru penggerak. Begitu juga dengan fasilitator lain yang mampu berkolaborasi dengan SMP dan SMA.
“Kolaborasi guru penggerak adalah kolaborasi yang egaliter. Ketika pemimpin memiliki filosofi egaliter, kolaborasi egaliter dan tanpa takut dibully, akan muncul ide-ide yang inovatif,” katanya.
Di akhir penjelasannya, Iwan menguraikan tentang filosofi jembatan. “Bangunlah jembatan bukan tembok, jembatan untuk berinteraksi dan berkolaborasi. Berdiri di atas kepentingan bangsa dan negara, bukan di atas pribadi dan golongan,”pesannya. (Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Dokumentasi Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)




