Kasus-kasus kekerasan di sekolah beberapa kali terjadi. Yang viral diantaranya guru cukur rambut siswi, siswa SD dicolok matanya, guru dibacok, siswa dipukuli sampai siswi lompat dari gedung sekolah.
Bentuknya beragam, seperti perundungan, diskriminasi, intoleran dan lain-lain.
Tak hanya itu, kekerasan yang terjadi di sekolah (satuan-satuan pendidikan) tak hanya terjadi secara fisik, namun terjadi juga di dunia siber (maya).
Tanggap ke berbagai kasus tadi, Kemendikbudristek pada Agustus tahun lalu bergerak cepat mengeluarkan Permendikbud No.46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Dengan adanya penguatan payung hukum tersebut, maka ada kewajiban bagi satuan-satuan pendidikan segera menciptakan lingkungan belajar mengajar yang aman dan nyaman tanpa kekerasan, salah satunya melalui pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) di Satuan Pendidikan.
Namun, mengingat pencegahan dan penanganan masalah-masalah tersebut dibutuhkan komitmen yang sangat serius serta kolaborasi yang sangat baik dari berbagai pihak, maka mengandalkan peran Tim PPK di satuan-satuan pendidikan (sekolah) saja, hasilnya tidak akan maksimal.
Jeli melihat kebutuhan tersebut untuk melawan dan memberantas tindak kekerasan di sekolah, kebijakan dari Kemendikbudristek tadi juga mendorong otoritas yang lebih tinggi, yaitu pemerintah daerah (pemda) serius melakukan pencegahan dan penanganan ke berbagai tindak kekerasan yang terjadi pada sekolah-sekolah di wilayah kerjanya.

Bukti keseriusan tadi dapat ditunjukkan pemda, salah satunya dengan membentuk Satuan Tugas di tingkat pemerintah daerah provinsi dan kabupaten atau kota.
Pemerintah daerah provinsi membentuk Satuan Tugas untuk kewenangan satuan pendidikan tingkat SMA, SMK dan pendidikan khusus. Sedangkan pemerintah kabupaten atau kota membentuk Satuan Tugas untuk kewenangan satuan pendidikan tingkat paud SD, SMP dan pendidikan nonformal.
Kedua jenis Satuan Tugas ini bertugas untuk melaksanakan pembinaan pemantauan dan pengawasan pencegahan serta penanganan kekerasan pada satuan pendidikan di wilayah kewenangannya.

Dalam melaksanakan tugasnya Satuan Tugas mempunyai beberapa fungsi.
Pertama, melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan pada satuan pendidikan di wilayah sesuai kewenangannya.
Kedua, membina mendampingi dan mengawasi TPPK.
Ketiga, memfasilitasi TPPK untuk berkoordinasi dengan dinas terkait lembaga layanan ahli atau pihak terkait yang dibutuhkan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
Keempat, memastikan pemenuhan hak pendidikan atas peserta didik yang terlibat kekerasan dalam wilayah kerja Satuan Tugas berupa pemberian jaminan layanan pendidikan bagi peserta didik dan koordinasi dengan pihak terkait dalam penyediaan akses layanan pendidikan.
Kelima, memfasilitasi pemenuhan hak pendidikan atas anak yang berhadapan dengan hukum berupa: (1) Pemberian rekomendasi layanan pendidikan anak terhadap anak yang berhadapan dengan hukum kepada aparat penegak hukum; (2) Pemetaan sumber daya untuk mendukung pendidikan anak selama menjalani proses peradilan atau selama menjalani putusan atau penetapan pengadilan; dan (3) Koordinasi dengan pihak terkait dalam penyediaan akses layanan pendidikan.
Keenam, melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Ketujuh, melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi kepada dinas pendidikan setiap satu kali dalam satu tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Untuk keanggotakan, sedikit berbeda dengan anggota TPPK. Keanggotaan Satuan Tugas berjumlah ganjil dengan minimal lima orang. Di dalamnya terdiri atas unsur perwakilan dinas yang menyelenggarakan fungsi pendidikan, perwakilan dinas yang menyelenggarakan fungsi bidang perlindungan anak, perwakilan dinas yang menyelenggarakan fungsi bidang sosial dan organisasi atau bidang profesi yang terkait dengan anak.
Kekerasan di dunia pendidikan wajib cegah dan ditangani seserius mungkin.
Siapapun, tentu akan miris mendengar dan melihat berbagai kekerasan yang terjadi di sekolah tersebut terlepas dari sering atau tidaknya hal itu terjadi.
Seandainya, ada pihak-pihak yang kurang atau tidak responsif (slowrespond), mungkin ogah-ogahan menanggapi (menganggap enteng) kejadian-kejadian tadi, tinggal diminta saja untuk berempati, bagaimana bila beragam kekerasan yang terjadi di sekolah baik yang viral maupun tidak, salah satunya menimpa keluarganya sendiri?
Prioritas lain yang juga perlu dikuatkan adalah keseriusan berbagai pihak (termasuk pemda) mendorong sekolah dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila melalui pengajaran berisi nilai-nilai karakter yang tak hanya dimaknai sebatas “projek” kegiatan sekolah untuk memenuhi administrasi kurikulum.
Sehingga, nilai karakter Profil Pelajar Pancasila terinternalisasi maksimal dan menjadi habitus pembentukan ekosistem budaya sekolah yang turut berkontribusi mencegah terjadinya kekerasan di sekolah.
Bagaimana cara mekanisme pembentukan Tim PPK dan mekaninisme pelaporan pembentukan Tim PPK, Simak video-video nya berikut:
Unduh panduan pelaporan TPPK dan Satuan Tugas di sini
Untuk mendapat informasi lengkap, kunjungi: https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/tppk-satgas/
Kunjungi juga portal pelaporan TPPK dan Satuan Tugas di sini
Rekap capaian pembentukan TPPK satuan pendidikan per wilayah (termasuk di Jawa Timur) dapat di akses di sini
(Sumber: https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/tppk-satgas//Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image)




