Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Timur, Sujarno, beranggapan bahwa anak harus terbiasa berpikir kritis.
Hal tersebut ia sampaikan dalam Kegiatan Apresiasi Implementasi Program Merdeka Belajar yang digelar pada 24-26 November 2023 di Hotel Shangri-La, Surabaya.
Apesiasi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya dalam mencetak Profil Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, serta berkebinekaan global.

Dalam sambutannya, Sujarno mengungkapkan beberapa nilai positif dari digantinya Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Nasional (AN).
Dilansir dari https://pusatinformasi.raporpendidikan.kemdikbud.go.id/, Asesmen Nasional merupakan program evaluasi yang diselenggarakan oleh Kemendikbudristek dalam meningkatkan mutu pendidikan yang mengacu pada input, proses dan output pembelajaran di seluruh satuan pendidikan.
Mutu satuan pendidikan dinilai dari hasil belajar murid yang mendasar, yakni literasi, numerasi, dan karakter, serta kualitas proses belajar-mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran.
Lihat: SK Apresiasi Pelaksanaan Kebijakan dan Program Merdeka Belajar ke Pemerintah Daerah di Jawa Timur
Informasi-informasi tersebut diperoleh dari tiga instrumen utama, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
Ia menjelaskan kemampuan literasi bukan hanya perihal kemampuan membaca, namun juga kemampuan untuk berpikir kritis.
Salah satu cara untuk melatihnya adalah dengan peran aktif guru membangun inisiatif murid saat belajar mengajar.
Sebab itu juga, buku-buku yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memiliki banyak gambar.
“Tujuannya untuk mengajak anak-anak menginterpretasikan gambar-gambar yang ada di buku,” jelasnya.
“Kemudian mereka diajak membayangkan, kira-kira akan terjadi apa ya dengan yang ada di gambar?”
“Kira-kira seperti itu cara melatih untuk berpikir kritis.”
Sujarno juga membahas tentang Program Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak.
“Yang diberi perlakuan pada Sekolah Penggerak adalah Kepala Sekolah-nya, kalau Guru Penggerak adalah guru-nya, padahal isinya hampir sama,” ujarnya.
“Intinya, bagaimana guru dan kepala sekolah memiliki kemauan untuk melakukan refleksi atas apa yang sudah terjadi di sekitarnya.”
Kemudian, mereka diajak untuk mencari akar masalahnya hingga menemukan solusi agar bisa teratasi.
Sehingga, mulai peserta didik, guru, bahkan hingga Kepala Sekolah sekalipun, juga sama-sama diajak untuk berpikir kritis. (Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Dokumentasi Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)




