Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Timur, Sujarno MPd mengingatkan kepada sekolah untuk tidak memaksakan anak didik pada satu minat tertentu yang menjadi unggulan.
Hal itu disampaikan Sujarno di hadapan komunitas kepala SMP Muhammadiyah se-Kabupaten Sidoarjo yang tergabung di Komunitas Belajar Angonponik dalam Pembukaan Workshop dan Pendampingan Kurikulum Merdeka di Ruang Graha Wiyata Bung Hatta BBPMP Jatim, pada Kamis 9 Maret 2023.
Dijelaskan Sujarno, salah satu keunggulan Kurikulum Merdeka adalah bersifat fleksibel. Meski demikian, sekolah diperbolehkan memiliki kebijakan yang berkaitan dengan minat unggulan tertentu.
“Misalnya sekolah A punya keunggulan, boleh silakan. Tapi jangan memaksa anak yang tidak berminat untuk di situ,” tegas Sujarno.
Sujarno mencontohkan SMP A yang memiliki keunggulan pada bidang hidroponik. Meski diunggulkan, jika ada anak-anak yang tidak berminat pada hidroponik, tidak boleh dipaksakan untuk mengikuti minat tersebut.
Sujarno juga tidak membatasi sekolah untuk memiliki lebih dari satu unggulan, namun harus tetap memfasilitasi minat-minat anak lainnya.
Hal ini beralasan karena di Kurikulum Merdeka diterapkan pembelajaran berdeferensiasi, di mana satu anak dengan anak yang lain diperlakukan berbeda sesuai dengan kesukaan, minat dan karakternya.
Di kesempatan itu, Sujarno juga mengurai keunggulan lain dari Kurikulum Merdeka. Yakni, lebih mendalam, sederhana, mempelajari hal-hal esensial, tidak banyak substansi materi serta terkait literasi dan numerasi.





Dalam Kurikulum Merdeka ini, guru tidak mengajari, tapi berperan sebagai coach. Artinya guru lebih memotivasi peserta didik, mendorong serta menuntut untuk menemukan sendiri apa yang terbaik bagi anak.
“Ini lebih berat daripada ngajar, sekarang tugas kita menuntun peserta didik,” katanya.
Kenapa tidak mengajari hal-hal yang substansi?
Menurut Sujarno, substansi materi pembelajaran itu sudah ada dimana-mana, baik di internet, perpustakaan dan lain sebagainya. Misalnya, ketika anak berminat tentang otomotif, maka dia akan mendapat substansi materi dari banyak sumber.
“Yang belum itu bagaimana membangun kebiasaan bernalar kritis, tidak dikasih tahu terus, tapi harus memberi tahu,” ujar Sujarno.
Menurut Sujarno, kurikulum ini sebenarnya sudah ada di masing-masing anak, tinggal bagaimana cara guru untuk bisa memetakannya.
Satu keunggulan lain dari kurikulum merdeka ini adalah lebih relefan dengan kebutuhan peserta didik. Artinya, kurikulum ini cocok, karena digali dari minat, kebutuhan, latar belakang ekonomi dan budaya anak.
“Tidak ada lagi kurikulum terkait substansi, tapi bagaimana kita sebagai guru menggali potensi anak, kemudian kita mengembangkan,” katanya.
Caranya, dengan mencari cara-cara karena masing-masing anak berbeda. Ada anak yang belajar sambil bermain, mendengarkan musik atau membuat sesuatu. Itu membutuhkan kreativitas guru untuk mengembangkannya.
“Tidak ada lagi kurikulum kaku, sehingga membuat bingung guru hingga akhirnya copas (copy paste). Sekarang tidak lagi. Karena kurikulum dikembangkan di masing-masing sekolah,” tegasnya.
Di kesempatan itu, Sujarno juga menguraikan tentang Program Sekolah Penggerak (PSP) sebagai pelaksana Kurikulum Merdeka.
Salah satunya terkait kewajiban sekolah penggerak untuk mengimbaskan, mendesiminasikan keberhasilan atau praktek baik dari sekolah penggerak ke sekolah lain, baik tingkat kecamatan, kabupaten maupun luar kabupaten.
“Mengimbaskan bukan berarti sekolahnya datang ke sekolah lain. Bisa sekolah lain datang ke situ tanya-tanya. Artinya sama dengan IKM,” tukasnya. (Ditulis oleh Diana Triastuty/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Dokumentasi Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)




