Berupaya mempercepat peningkatan akses pendidkan di Kab/Kota Provinsi Jawa Timur, BBPMP Provinsi Jawa Timur bersinergi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur dan UNICEF. Itu juga berguna menyamakan persepsi dan berbagi peran dalam penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) di Provinsi Jawa Timur.
Kukuh Tri Sandi, S.Pi, M.T, M.Sc selaku Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda Provinsi Jawa Timur menyambut dengan baik tujuan dari BBPMP Provinsi Jawa Timur untuk kolaborasi mempercepat peningkatan akses pendidikan.
Paparan target ketercapaian program PAUD dan Wajar 12 tahun yang diturunkan dari PDM 08 Pusat (Ditjen PAUD Dikdasmen Kemendikbudrsitek) yaitu 65% Kab/Kota dengan AKS PAUD ˃75%, 80 % Kab/Kota dengan APS 7-12 tahun˃99%, 70 % Kab/Kota dengan APS 13-15 tahun˃95% dan 30 % Kab/Kota dengan APK SMA/SMK/SMLB/MA/Sederajat ˃95%. Hal itu dijelaskan Asih Wahyu Wardhani, S.Kom., M.Pd, selaku PIC PDM 08 yang menangani Regulasi dan Tata Kelola Pendidikan di BBPMP Provinsi Jawa Timur beberapa waktu lalu (Senin, 3/6/2024) di kantor Bappeda Provinsi Jawa Timur.
Ada 6 kegiatan terkait ketercapaian program PAUD dan Wajar 12 tahun. Salah satunya kegiatan koordinasi advokasi pemda dengan komitmen rendah dengan BBPMP yang akan segera dilaksanakan pada tanggal 19- 21 Juni 2024. “Ini perlu dibangun koordinasi antara stekholder dan sasaran yang mendukung ketercapaian program PAUD dan Wajar 12 tahun,” tutur Asih.




Kondisi saat ini sesuai analisis terhadap data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2022 menunjukkan sekitar 4,08 juta anak usia 7-18 tahun di Indonesia tidak sekolah, dimana lebih dari 2,9 juta adalah remaja usia sekolah menengah atas (16-18 tahun).
Untuk data ATS, bisa di lihat pada dashboard Pusdatin (Pusat Data dan Informasi) Kemendikbudristek yakni https://pd.data.kemdikbud.go.id. Di sini bisa dilihat data Anak Tidak Sekolah berdasarkan Individu per Sekolah dan Individu per Wilayah. Estu Sofiatiningrum, S.Si anggota PDM 08 BBPMP Provinsi Jawa Timur mencontohkan bagaimana cara mencari peserta didik ATS yang bisa langsung teridentifikasi sesuai nama dan alamat. Sehingga lebih mudah mencari sasaran ATS yang dituju.
Yuanita Nagel yang sekarang ini menduduki jabatan di bagian Pendidikan UNICEF di wilayah Jawa juga memaparkan Program penanganan ATS. Menurut Yuanita Anak Tidak Sekolah ini dibagi menjadi tiga yakni tidak pernah sekolah, putus sekolah tanpa menyelesaikan dan putus sekolah tanpa melanjutkan.
Anak Tidak Sekolah di Indonesia bersifat dinamis secara geografis. Jumlah ATS yang sangat tinggi berada di pulau Jawa, sementara provinsi- provinsi di kawasan timur Indonesia jumlah ATSnya tergolong rendah namun proporsinya tinggi. Proporsi Anak Tidak Sekolah lebih banyak berada di pedesaan yaitu 51% di pedesaan dan 49% di perkotaan.
Untuk menuntaskan ATS perlu ditelusuri penyebabnya antara lain: bekerja dengan upah, bekerja tanpa upah, merawat adik/saudara, pernikahan anak, disabilitas, terlibat dalam kegiatan yang tidak terkait dengan pendidikan, jauh dari orangtua, tidak ada monitoring oleh guru, kepala sekolah, atau pemerintah desa khususnya di saat pandemi.
Menurut Suhaeni Kudus, Specialist Pendidikan Unicef Indonesia, jumlah ATS yang paling banyak sesuai gender ada pada anak laki- laki daripada perempuan. Sedangkan penyandang disabilitas hanya 30 % Anak Tidak Sekolah misal dari 3 anak, 2 anak bersekolah dan 1 anak tidak sekolah. “Penggolongan ATS yang paling banyak berada pada anak yang tidak melanjutkan sekolah, misal anak lulus SD tidak melanjutkan ke SMP, anak lulus SMP tidak melanjutkan ke SMA.” Tutur Eni.
“Unicef dan Bapenas sudah menjalankan strategi nasional penanganan Anak Tidak Sekolah sejak bulan desember 2020, saat ini kami mengembangkan perpres (percepatan penanganan anak tidak sekolah) mudah-mudahan selesai pada tahun 2024,” Kata Eni . “Kami juga sudah mengembangkan panduan perencanaan dan penganggaran ATS, di dalamnya berisi nomenklatur yang bisa digunakan berbagai sektor untuk penanganan ATS. ATS ini bersifat multidimensional karena penanggungjawabnya tidak hanya di dinas pendidkan bisa pada dinas sosial, dinas tenaga kerja. dinas perlindungan perempuan dan anak dan seterusnya,” tegas Eni
Dalam strategi penangangan ATS juga perlu melibatkan peran pemerintah desa. Karena desa lebih mengetahui anak tersebut benar putus dan tidak melanjutkan ataukah hanya beberapa bulan saja tidak bersekolah.
Karheryn Bennett, Kepala Divisi Pendidikan Unicef Indonesia menuturkan bahwa selain penting untuk memastikan mereka kembali belajar, kita juga perlu untuk mengidentifikasi tantangan-tantangan khusus yang dihadapi anak dalam belajar dan mencari solusi kemana anak tersebut harus dirujuk, bantuan- bantuan seperti ini akan memastikan anak belajar dengan baik.
Dukungan UNICEF terhadap penanganan Anak Tidak Sekolah di Provinsi Jawa Timur akan selalu mendorong perluasan implementasi program semaksimal mungkin agar skala dampak program ketercapaian lebih maksimal.
Judi Aquarianto S.Sos, M.M, selaku Sub Koordinator Substansi Bidang Pemerintah dan Pembangunan Manusia memberikan masukan mengenai pembuatan SOP dari gabungan konsep dan strategi baik UNICEF dan BBPMP Provinsi Jawa Timur untuk ditawarkan ke Kab/Kota di Jawa Timur, sehingga tidak hanya ajakan untuk anak bersekolah di Kab/Kota tetapi memuat juga bagaimana cara penanganannya sesuai dengan peranan masing-masing sampai anak dikembalikan ke sekolah.

Meeting tersebut ditutup dengan kesepakatan kolaborasi dan pertemuan pembahasan selanjutnya. (Diana Triastuty/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Dokumentasi Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)




