Pada November 2025, siswa kelas 12 SMA dan sederajat di seluruh Indonesia akan menghadapi Tes Kemampuan Akademik (TKA). Meskipun TKA ini bukan penentu kelulusan, dampaknya tetap terasa besar, terutama bagi mereka yang berminat melanjutkan studi ke perguruan tinggi negeri. Hasil tes ini nantinya akan digunakan sebagai validator bagi nilai rapor siswa yang mendaftar melalui jalur prestasi, yakni Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2026. Namun, meski tidak menjadi faktor kelulusan, kecemasan masih menyelimuti banyak siswa terkait pelaksanaan TKA ini.
Achmad Hidayatullah, pengamat pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, mengingatkan bahwa TKA harus dipahami sebagai sebuah feedback terhadap proses belajar siswa. Ia mengungkapkan bahwa TKA seharusnya tidak dipandang sebagai ujian berat yang menambah beban mental siswa, tetapi sebagai kesempatan untuk mengevaluasi diri. “TKA bukan sekadar tes, melainkan sarana untuk melihat sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai,” ujarnya. Dengan cara pandang seperti ini, siswa bisa lebih tenang menghadapi ujian, karena mereka memahami bahwa ini adalah bagian dari proses pendidikan.
Dalam konteks seleksi masuk perguruan tinggi, TKA berfungsi sebagai alat untuk menilai kemampuan siswa secara lebih objektif dan merata, mengingat standar pendidikan yang berbeda-beda di tiap sekolah. Sebelumnya, kontrol terhadap nilai rapor sering kali bergantung pada kebijakan masing-masing guru dan sekolah, yang terkadang membuat sulit untuk membandingkan kualitas siswa secara adil. Melalui TKA, setiap siswa diuji dengan tingkat kesulitan yang sama, memberikan mereka kesempatan untuk membuktikan kemampuan mereka tanpa terikat pada standar sekolah masing-masing.
TKA ini, menurut Achmad, bukanlah hal yang perlu ditakuti. Sebaliknya, tes ini bisa menjadi peluang bagi siswa untuk mengasah kemampuan diri mereka, mempersiapkan diri lebih matang dalam menghadapi persaingan di tingkat nasional. Dengan begitu, siswa tidak hanya memandang TKA sebagai ujian, tetapi sebagai kesempatan untuk mengukur sejauh mana mereka telah siap untuk menghadapi tantangan lebih besar di dunia pendidikan tinggi.
Baca juga: Wamendikdasmen Atip: Jangan Takut Ikut TKA untuk Mengenali Potensi Keragaman Kemampuan Murid
Namun, Achmad juga menekankan pentingnya fleksibilitas dalam kebijakan pendidikan, terutama bagi siswa yang memilih untuk tidak mengikuti TKA. Ia mengingatkan bahwa meskipun TKA menjadi salah satu jalur untuk masuk ke perguruan tinggi negeri, masih banyak jalur lain yang bisa dipilih, seperti jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT). “Tidak mengikuti TKA bukan berarti tertutup jalan ke perguruan tinggi. SNBT dan jalur lainnya tetap terbuka,” katanya.
Pesan serupa juga disampaikan oleh Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ulhaq. Ia mengajak siswa untuk tidak merasa cemas tentang TKA dan untuk tidak terpengaruh oleh isu-isu negatif yang beredar, terutama di kalangan orang tua. Fajar menegaskan bahwa TKA sifatnya adalah pilihan, bukan kewajiban. “TKA itu tidak wajib, tergantung pada kebutuhan siswa masing-masing. Jadi, jangan khawatir,” tegasnya.
Fajar juga mengimbau agar para siswa menyambut TKA dengan sikap yang lebih positif dan menyenangkan, bukan sebagai beban. Ia mengingatkan bahwa ujian ini dirancang untuk menjadi bagian dari proses belajar yang menyeluruh dan bermakna, sejalan dengan kebijakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, yang lebih mengutamakan pendekatan pembelajaran yang berkesadaran dan menggembirakan. Sebagaimana yang sering diajarkan oleh para pendidik, proses belajar yang menyenangkan akan lebih membekas dalam diri siswa, daripada hanya sekadar mengejar hasil ujian.
Dalam pandangan Fajar, TKA tidak seharusnya dipandang sebagai sesuatu yang menakutkan. Sebaliknya, ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif dan merata. Meskipun siswa di daerah dengan kualitas pendidikan yang berbeda mungkin merasa tertekan, TKA memberikan kesempatan yang setara untuk mengukur kemampuan mereka secara objektif.
TKA juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk memahami dan menilai kemajuan mereka sendiri. Dengan adanya TKA, setiap siswa dapat melihat dengan jelas apakah mereka telah mempersiapkan diri dengan baik dalam proses belajar mereka. Ini bisa menjadi titik balik bagi mereka yang merasa masih kurang dalam kemampuan tertentu, memberi mereka motivasi untuk meningkatkan diri sebelum memasuki dunia perkuliahan.
Seiring dengan perkembangan zaman, sistem pendidikan juga harus beradaptasi. Dalam hal ini, TKA bukan hanya sekadar soal ujian, tetapi merupakan cerminan dari kebutuhan dunia pendidikan yang semakin kompetitif. Di sisi lain, pemerintah juga berkomitmen untuk memberikan akses yang lebih luas bagi siswa dari berbagai latar belakang untuk melanjutkan pendidikan tinggi, meskipun mereka memilih untuk tidak mengikuti TKA.
Namun, kebijakan ini harus disertai dengan pengawasan yang ketat, agar tidak ada siswa yang merasa terdiskriminasi hanya karena memilih untuk tidak mengikuti TKA. Selain itu, penting juga untuk memastikan bahwa jalur-jalur lain, seperti SNBT, tetap memberikan kesempatan yang sama bagi semua siswa, tanpa membedakan mereka berdasarkan hasil TKA.
TKA memang bisa menjadi sarana yang efektif untuk menilai kemampuan akademik siswa, tetapi pada akhirnya, tujuan utama dari pendidikan adalah untuk membentuk pribadi yang kompeten, tidak hanya dalam hal akademik, tetapi juga dalam keterampilan hidup lainnya. Sebuah ujian yang baik adalah yang dapat mengukur berbagai aspek kemampuan siswa, dan TKA bisa menjadi bagian dari itu.
Bagi siswa, TKA seharusnya menjadi alat untuk mengevaluasi kemajuan mereka sendiri, bukan sesuatu yang perlu ditakuti. Sebagai feedback dari proses belajar yang telah mereka jalani, TKA bisa menjadi peluang untuk merefleksikan diri dan merencanakan langkah-langkah ke depan.
Pendidikan adalah tentang perjalanan, bukan sekadar tujuan. TKA, dalam konteks ini, hanyalah salah satu dari banyak langkah yang akan dilalui siswa dalam perjalanan mereka untuk mencapai cita-cita dan impian mereka. Sebagai bagian dari sistem pendidikan yang lebih besar, TKA seharusnya dilihat sebagai peluang, bukan ancaman. Sebagai bagian dari bangsa yang terus berkembang, setiap siswa berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuannya dan melangkah lebih jauh dalam pendidikan tinggi.
(Sumber catatan: Detik/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Kemendikdasmen)