Di tengah derasnya perubahan zaman, ada satu hal yang tidak boleh goyah: karakter anak bangsa. Menyadari pentingnya hal ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menetapkan tujuh kebiasaan baik sebagai pondasi karakter anak. Tentu saja, keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada anak-anak itu sendiri, tetapi juga pada para guru sebagai pendidik utama di sekolah.
Dr. Praptono, Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Timur, menegaskan bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pembentukan kebiasaan-kebiasaan baik ini. Bukan sekadar mengajar di kelas, tetapi juga menjadi teladan dan pembimbing dalam kehidupan sehari-hari anak.
Tujuh kebiasaan yang dimaksud adalah bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, serta tidur lebih awal. Kebiasaan yang terlihat sederhana, tetapi sesungguhnya merupakan fondasi pembentuk pribadi yang sehat dan berdaya saing di masa depan.
Ambil contoh bangun pagi. Di balik rutinitas ini tersembunyi nilai-nilai penting seperti disiplin, tanggung jawab, dan manajemen waktu. Tiga hal yang akan sangat dibutuhkan ketika anak-anak tumbuh dewasa dan menghadapi dunia nyata yang kompetitif.
Namun, Praptono menyadari bahwa bangun pagi kini bukanlah hal mudah bagi sebagian besar anak. Banyak dari mereka yang menjalani hidup terbalik: begadang di malam hari, lalu terlelap ketika dunia mulai bergerak di pagi hari. Sebuah kebiasaan yang pelan-pelan merusak ritme hidup sehat.
Ia mengingatkan bahwa 1/3 malam sesungguhnya adalah waktu terbaik untuk bangun dan memulai hari dengan ibadah. Sedangkan 2/3 malam adalah fase penting bagi tubuh untuk mendetoksifikasi, membersihkan diri dari racun yang terkumpul. Jika ini terganggu, maka bukan hanya kesehatan yang terancam, tetapi juga semangat dan produktivitas anak.
Dalam hal ini, guru diharapkan tidak sekadar menyampaikan materi pelajaran. Mereka diminta untuk menanamkan kesadaran tentang pentingnya rutinitas sehat sejak dini. Guru harus bisa menjadi alarm hidup yang membangunkan semangat siswa setiap hari, dimulai dengan memberi contoh kedisiplinan pribadi.
Kehadiran guru yang tepat waktu dan memulai pelajaran sesuai jadwal bukan hanya mencerminkan profesionalisme, tetapi juga menjadi cermin yang akan ditiru oleh para siswa. Keteladanan lebih kuat dari sekadar instruksi.
Selain bangun pagi, kebiasaan beribadah juga menjadi fokus yang tak kalah penting. Guru berperan dalam menyediakan ruang dan waktu agar siswa bisa menjalankan ibadah sesuai agamanya masing-masing. Ini adalah bagian dari pendidikan karakter yang tidak bisa diabaikan.
Menanamkan nilai-nilai agama bukan berarti mencampuradukkan pelajaran dengan dogma, tetapi lebih kepada membangun nilai moral, kejujuran, dan rasa tanggung jawab sosial sejak usia sekolah.
Kebiasaan berolahraga juga mendapat perhatian khusus. Di era digital ini, anak-anak lebih akrab dengan dunia virtual dibandingkan dunia fisik. E-sport mungkin melatih otak, tetapi tubuh tetap butuh digerakkan agar tumbuh seimbang dan sehat.
Praptono menyarankan agar sekolah menyediakan waktu khusus untuk senam atau aktivitas fisik setidaknya dua kali seminggu. Jika bisa dilakukan setiap hari, meski hanya tujuh hingga delapan menit, maka manfaatnya akan sangat besar bagi kebugaran anak.
Makanan sehat dan bergizi juga menjadi bagian penting dari kebiasaan hidup yang ingin ditanamkan. Kantin sekolah perlu menjadi zona aman dari makanan yang merusak kesehatan. Di sinilah peran guru untuk mengawasi dan membimbing siswa dalam memilih makanan yang tepat.
Lebih dari itu, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sedang digalakkan bukan hanya menyehatkan secara fisik, tapi juga membangun budaya kedisiplinan, kebersihan, dan kepedulian sosial. Ini adalah pendidikan karakter yang sesungguhnya.
Tak kalah penting adalah kebiasaan bermasyarakat. Anak-anak perlu diajarkan untuk tidak hanya pintar secara akademik, tapi juga cakap bersosialisasi. Dunia masa depan menuntut kemampuan komunikasi, kemampuan menyampaikan ide, dan seni bernegosiasi.
Guru diharapkan bisa melatih anak untuk terlibat dalam kegiatan sosial, berdiskusi, dan bekerja dalam tim. Kemampuan ini tidak muncul begitu saja, tetapi perlu dibentuk dalam proses belajar yang kolaboratif.
Kebiasaan terakhir yang diangkat adalah tidur lebih awal. Sebuah hal sederhana yang sering diabaikan, padahal dampaknya sangat besar terhadap kesehatan mental dan fisik anak. Tidur yang cukup akan menjaga keseimbangan emosi dan kemampuan berpikir jernih.
Anak-anak sebaiknya mulai dibiasakan untuk tidur pada pukul sembilan atau sepuluh malam. Dengan begitu, tubuh memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat dan mempersiapkan diri menyambut hari esok dengan energi penuh.
Dalam rangka menyukseskan seluruh kebiasaan ini, para guru tidak bisa berjalan sendiri. Mereka juga perlu mendapat dukungan dan pemahaman yang mendalam tentang psikologi anak dan tantangan zaman.
Dr. Mokhamat Muhsin, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri, menegaskan pentingnya Hari Belajar Guru sebagai momen untuk refleksi dan peningkatan kualitas. Karena kadang permasalahan dalam pendidikan justru bersumber dari ketidaksiapan guru menghadapi perubahan.
Ia meyakini bahwa ketika guru mau terus belajar dan mengasah cara mengajar, maka ruang kelas bisa menjadi tempat yang dirindukan anak-anak. Tempat yang bukan hanya memberi ilmu, tapi juga membangun karakter dan semangat hidup.
Seorang guru yang inovatif akan mampu menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan. Anak-anak akan merasa dekat, nyaman, dan termotivasi untuk terus datang ke sekolah. Dalam kondisi seperti itulah, tujuh kebiasaan baik akan tumbuh secara alami.
Catatan ini bukan hanya tentang tujuh kebiasaan. Ini tentang peran besar guru dalam membentuk masa depan bangsa. Dalam genggaman mereka, karakter anak-anak ditempa—tidak hanya untuk sukses secara akademik, tetapi juga untuk menjadi manusia seutuhnya.
Simak videonya:
Kunjungi web Kemendikdasmen untuk update berita-berita terbaru seputar pendidikan dasar dan menengah
Baca juga beragam konten pengayaan dan kumpulan e-book pendidikan di Jelita (Jendela Literasi Kita)




