Lahirnya Kurikulum Merdeka, mungkin tak bisa dilepaskan kaitannya dengan pandemi Covid-19 yang memukul semua sektor di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Tentu bukan hanya sektor kesehatan dan perekonomian yang terdampak oleh pandemi Covid-19. Dunia pendidikan pun tak bisa menghindari terkena dampak dari pandemi tersebut.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Ristek, Dr Sutanto SH MA, saat berbicara dalam Sosialisasi Implementasi Kurikulum Merdeka Tahun 2023 yang diikuti para guru, kepala sekolah, dan praktisi pendidikan di Jawa Timur, (Kamis, 16/3/2023).
Dia menjelaskan, di sektor pendidikan, pandemi covid-19 di Indonesia telah menyebabkan terjadinya krisis pembelajaran.
Selengkapnya dapat disimak pada video berikut (di bawah ini):
Saat itu terjadi learning loss. Dalam hal pembelajaran literasi, terjadi learning loss setara 6 bulan belajar. Sedangkan dalam hal pembelajaran numerasi, terjadi learning loss yang setara dengan 5 bulan belajar.
Sementara, berdasarkan hasil asesmen nasional, nilai kompetensi minimum numerasi dan literasi di Indonesia, sudah berada di area kritis.
Dalam hal kompetensi numerasi, tercatat satu dari 2 siswa di Indonesia, belum mencapai nilai kompetensi minimum.
Sedangkan dalam hal kompetensi literasi, tercatat satu dari 3 siswa belum mencapai kompetensi minimum.
Berangkat dari situasi tersebut, untuk menyikapi learning loss yang terjadi, maka pada 2020, Kemendikbud Ristek RI mengeluarkan kurikulum darurat.
Data menunjukkan, saat itu sebanyak 31,5 persen sekolah beralih menggunakan kurikulum darurat. Hasilnya pun tak mengecewakan. Sebab, ini ternyata dapat menekan angka learning loss pembelajaran literasi sampai 70 persen. Bahkan dalam pembelajaran numerasi, learning loss dapat ditekan hingga 80 persen.
Kemendikbud Ristek kemudian meluncurkan Kurikulum Prototipe pada 2021 karena meyakini perlunya perubahan rancangan dan strategi implementasi kurikulum yang lebih komprehensif. Saat itu, uji coba kurikulum prototipe dilakukan di Sekolah Penggerak dan diikuti oleh sekitar 2.500 guru penggerak.
Setelah diujicobakan, barulah pada 2022, Mendikbud Ristek mencanangkan kebijakan Merdeka Belajar untuk menggantikan kurikulum Prototipe atau yang juga disebut dengan Kurikulum Paradigma Baru atau Kurikulum Sekolah Penggerak.
Kurikulum Merdeka itu sendiri memiliki visi untuk terwujudnya Profil Pelajar Pancasila, yakni perwujudan pelajar Indonesia sebagai pembelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.
Pelajar Pancasila itu sendiri memiliki 6 ciri-ciri yakni: (1) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak Mulia, (2) Berkebhinekaan Global, (3) Bergotong royong, (4) Mandiri, (5) bernalar kritis, dan (6) kreatif.
Dibandingkan kurikulum yang pernah ada sebelumnya, Kurikulum Merdeka memiliki 4 Keunggulan
Pertama, lebih sederhana dan mendalam: fokus pada materi esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik sesuai dengan fasenya. Belajar menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, dan menyenangkan.
Kedua, lebih merdeka: tidak ada program peminatan untuk anak didik jenjang SMA. Peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya. Guru juga mengajar sesuai tahapan pencapaian dan pengembangan peserta didik. Lalu, sekolah berwenang mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai karakteristik satuan pendidikan dan peserta didiknya.
Ketiga, lebih relevan dan interaktif: melalui kegiatan project, memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi profil pelajar pancasila.
Keempat, didukung oleh Platform Merdeka Mengajar: ketika melaksanakan Kurikulum Merdeka secara mandiri, guru dapat belajar, mengajar, dan berbagi. Platform Merdeka Mengajar membantu guru dalam mendapat referensi, inspirasi, dan pemahaman untuk menerapkan kurikulum merdeka. (Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Dokumentasi Kegiatan BBPMP Provinsi Jawa Timur)




